Ahad 28 Sep 2025 07:34 WIB

Ibrah Tamak dalam Kisah Panci yang Beranak Pinak

Tamak mengotori hati seseorang dan menghalanginya dari ketulusan beribadah.

Ilustrasi ngaji Alquran tentang tamak.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi ngaji Alquran tentang tamak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cerita ini diambil dari riwayat sejarah Islam dan sering diceritakan dalam konteks humor cerdas yang berhubungan dengan kebijaksanaan.

Sumber utama dari kisah ini adalah kitab-kitab Adab (etika/sastra) dan sejarah klasik seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah dalam Uyun al-Akhbar atau oleh para sejarawan lainnya tentang tokoh-tokoh cerdik di era Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.

Baca Juga

​Kisah Juha dan Panci

​Kisah ini melibatkan tokoh legendaris dalam humor Timur Tengah yang bernama Juha (dikenal juga sebagai Nasrudin Hoja di Turki dan negara-negara lain). Meskipun kisahnya seringkali dihiasi fiksi, inti dari humor dan kebijaksanaannya dicatat dalam literatur yang dianggap mencerminkan kearifan rakyat.

​Juha, yang sering digambarkan sebagai sosok sederhana, polos, namun memiliki kecerdasan licik, suatu hari meminjam panci besar dari tetangganya yang kaya dan pelit. Tetangga ini, yang selalu berhati-hati dengan hartanya, ragu-ragu, tetapi akhirnya meminjamkannya karena Juha dikenal orang yang jujur.

​Keesokan harinya, Juha mengembalikan panci tersebut, dan di dalamnya, ia meletakkan satu panci kecil yang masih baru. Tetangga itu terkejut dan bertanya, "Hai Juha, panci kecil apa ini?"

​Dengan wajah serius, Juha menjawab, "Panci yang Anda pinjamkan kepadaku... melahirkan (beranak) tadi malam saat berada di rumahku!"

​Tetangga yang pelit itu, meskipun merasa aneh dengan ide panci melahirkan, namun karena melihat ada keuntungan di depan mata (mendapat panci baru), dengan gembira ia menerima panci kecil itu dan memuji-muji kebaikan Juha. Ia tidak mempersoalkan logika absurd panci melahirkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement