Kamis 14 Dec 2023 08:35 WIB

Ketika Hadits Nabi Dipolitisasi dan Dipelintir, Ini yang Dilakukan Ulama Terdahulu

Lahirnya ilmu hadis di masa sahabat ini memang sangat membantu.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Nabi Muhammad.
Foto:

Tak hanya itu, kredibilitas para perawi hadis juga diklasifikasikan dalam kriteria yang tak main-main. Dalam lingkup pesantren umumnya dikenal bahwa kredibilitas perawi hadis disoroti dengan serius oleh para ulama klasik maupun kontemporer. Sebagai contoh, sikap dan kebiasaan para perawi pun menjadi pertimbangan apakah dirinya dapat diklasifikasikan sebagai perawi dengan tingkat kredibilitas tinggi.

Syaratnya antara lain tidak pernah berbohong barang sekali pun, amanah, hingga tak pernah kentut di sembarang tempat. Terlihat sepele, tapi sesungguhnya dari hal-hal kecil seperti ini pun persyaratan itu harus dipenuhi guna menjaga keabsahan hadis yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Lahirnya ilmu hadis di masa sahabat ini memang sangat membantu. Budaya meneliti boleh dikatakan lahir dari era pengumpulan hadis dan pengklasifikasiannya. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat, dalam beberapa kesempatan pernah menyampaikan bahwa ilmu hadits adalah budaya penelitian yang dilakukan secara masif pertama kali di dunia.

Bayangkan, di masa sepeninggal Nabi apabila tak ada suatu sistem yang memfilter perkataan sesesorang yang dinisbatkan pada Nabi, maka akan terjadi kekacauan di berbagai aspek. Namun melalui musthalahul-hadits, jika ada seseorang yang mengklaim hadits, akan sangat mudah ditelusuri keabsahannya.

Salah satu ahli hadits yang paling banyak mentakhrij hadits, Imam Bukhari telah belajar kepada lebih dari 3.000 ahli hadits di berbagai negara Muslim. Sosok yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Bukhari ini dikenal memiliki metode yang sangat selektif dan ketat dalam menilai otensitas suatu hadits.

Di era digital seperti sekarang ini...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement