Ahad 12 Jun 2022 06:46 WIB

Studi Kritis Konsep Maskulinitas dalam Tafsir Alquran Kementerian Agama 

Kementerian Agama disebut paling produktif cetuskan produk kajian Alquran

Alquran (ilustrasi). Kementerian Agama disebut paling produktif cetuskan produk kajian Alquran
Foto:

Oleh : Prof Syihabuddin Qalyubi, guru besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Perubahan dan pergeseran tersebut tidak hanya disebabkan oleh faktor internal seperti perubahan rezim otoriter menuju rezim demokratis, tetapi juga oleh faktor eksternal antara lain efek penyuaraan Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi serta gerakan feminisme dan gender melalui NGOs. 

Untuk mengungkap aspek relasi kuasa yang bekerja dalam pengetahuan, dalam Tafsir Alquran Tematik dan Tafsir Ilmi Kementerian Agama, peneliti menggunakan teori relasi kuasa Michael Foucault. Menurut Foucault, sebagaimana yang juga dikutip Haryatmoko, kekuasaan haruslah dipahami dari berbagai macam hubungan kekuatan. 

Peranannya akan mengubah, memperkuat, atau membalikkan hubungan-hubungan itu melalui perjuangan dan pertarungan terus menerus. Ciri-cirinya tidak dapat dilokalisasi, tidak represif tetapi produktif. Kekuasaan merupakan strategi yang kompleks dalam suatu masyarakat dengan perlengkapan, manuver, teknik dan mekanisme tersendiri.

Dari perspektif relasi kuasa ditemukan bahwa proses penyusunan dan tim penulis Tafsir Alquran Tematik dan Tafsir Ilmi Kementerian Agama didominasi rezim gender laki-laki (maskulin), yang membawa regime of truth tersendiri antara lain yaitu hegemoni maskulinitas, ortodoksi Sunni serta rezim heteronormativitas.

Relasi kuasa yang bekerja dalam tim Tafsir Alquran Tematik serta Tafsir Ilmi Kementerian Agama adalah kuasa dominasi maskulin yang menyingkirkan penulis tafsir perempuan yang memiliki perspektif gender.

Jaringan anggota tim penafsir memiliki titik afiliasi pada enam jaringan utama, yaitu Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta, Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, jaringan alumni Universitas al-Azhar, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang BRIN) serta Universitas Islam Negeri (UIN).

Kuasa rezim gender dan jaringan intelektual tersebut kemudian bekerja dalam wacana tafsir untuk melanggengkan ortodoksi ideologi tertentu baik ortodoksi Sunni (dalam pernikahan), ortodoksi maskulinitas hegemonik, afirmasi program pemerintah serta ortodoksi heteronormativitas.

 

Tafsir Alquran Kementerian Agama, di samping telah memberikan pencerahan dan wawasan baru bagi umat Islam, juga sebagai karya ilmiah tidak tertutup kemungkinan untuk dijadikan objek material penelitian dari berbagai perspektif, sebagaimana dilakukan Ahmad Supriadi dengan membidiknya dari perspektif maskulinitas. Sudah barang tentu masih terbuka lagi kepada peneliti lainnya untuk meneliti dari perspektif lainnya. Semoga bermanfaat   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement