Selasa 30 Sep 2025 09:59 WIB

33 Tahun Hanya Belajar 8 Hal, Guru Bilang Innalillahi: Kisah Hatim al Asham dan Syaqiq al Balkhi

Kisah Hatim al Asham dan Syaqiq al Balkhi menginspirasi banyak orang.

Ilustrasi membaca kisah Hatim al Asham dan Syaqiq al Balkhi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi membaca kisah Hatim al Asham dan Syaqiq al Balkhi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah dua orang sufi, Hatim al Asham dan gurunya Syaqiq al Balkhi selalu menarik untuk direnungkan. Keduanya memang sudah lama wafat, tapi mewariskan hikmah yang menenangkan jiwa banyak orang di berbagai zaman.

Hatim al-Asham, yang bernama asli Hatim bin Yusuf, adalah seorang ulama sufi dan zuhud yang hidup pada abad ke-3 Hijriah, berasal dari Khurasan. Julukan "al-Asham", yang berarti "si Tuli", didapatkan karena kisah ketulusan dan kebijaksanaannya dalam menjaga aib orang lain.

Baca Juga

Pada suatu hari, seorang wanita datang kepadanya untuk meminta nasihat, dan tanpa sengaja wanita tersebut membuang angin di hadapannya karena gugup. Hatim, yang sesungguhnya dapat mendengar dengan normal, berpura-pura tuli dengan berkata, "keraskan suaramu," seolah-olah tidak mendengar apa-apa. Sikap mulia ini ia pertahankan selama bertahun-tahun hingga wanita tersebut wafat, agar wanita itu tidak pernah merasa malu.

Selain dikenal karena akhlaknya yang mulia, Hatim al-Asham juga merupakan murid dari ulama sufi terkemuka, Syaqiq al-Balkhi, dan bersahabat dengan tokoh besar seperti Imam Ahmad bin Hambal.

Syaqiq bin Ibrahim al-Balkhi (wafat 810 M/194 H) adalah seorang ulama sufi terkemuka dari Khurasan yang dikenal akan kezuhudan dan ketawakalannya yang mendalam. Sebelum menempuh jalan sufi, ia adalah seorang hartawan yang berprofesi sebagai pedagang.

Namun, perjalanan hidupnya berubah drastis setelah menyaksikan sebuah peristiwa yang menumbuhkan kesadaran spiritual dalam dirinya, di mana ia melihat seorang budak tetap terlihat gembira meski hidup dalam kekurangan, karena ia meyakini tuannya adalah seorang yang baik.

Hal ini memicu kesadaran Syaqiq tentang betapa lebih besarnya tawakal yang seharusnya dimiliki seorang mukmin kepada Allah Swt. Setelah peristiwa tersebut, ia memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawinya yang berlimpah dan sepenuhnya fokus pada jalan spiritual.

Pertemuannya Hatim dengan Syaqiq al-Balkhi dan dialog mereka tercatat dalam kitab Ihya' 'Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali. Muwajahah mereka menjadi salah satu kisah paling terkenal yang menggambarkan esensi dari zuhud dan tawakal. Setelah berguru selama 33 tahun, Syaqiq bertanya kepada Hatim tentang ilmu apa saja yang telah ia peroleh selama kurun waktu tersebut. Dialog antara guru dan murid ini memuat delapan pelajaran berharga yang menjadi intisari perjalanan spiritual Hatim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement