Sudah mampukah kita memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, sunnah-sunnah dan adab-adab dalam shalat kita? Sudah mampukah kita menjaga dzikir dan doa setelah shalat kita? Jika diurai satu per satu, niscaya daftarnya akan sangat panjang.
Namun itulah sebenarnya yang disebut dengan muhasabah. Merenungi, meneliti dan mencari-cari kekurangan dari amal-amal yang telah kita kerjakan, semata-mata demi memperbaiki dan meningkatkan amal tersebut pada masa setelahnya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Muhasabah setelah beramal adalah sifat mulia kaum beriman.
Orang beriman beramal shalih, namun mereka tidak merasa bangga, kagum dan sombong dengan amal shalih mereka. Orang beriman bahkan dilanda oleh kekhawatiran jika amal yang telah mereka lakukan ditolak oleh Allah subhanahu wata'ala. Sebab amal shalih, bisa saja ditolak Allah subhanahu wata'ala karena secara lahiriah (ilmu fiqih = ittiba’ sunnah) belum memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, sunnah-sunnah dan adab-adabnya atau karena secara batiniah (faktor niat dan hati) mengandung unsur kesombongan, riya’, sum’ah, ‘ujub, dan virus-virus perusak amal lainnya.
Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Mu’minun Ayat 57-61, yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang (bersikap hati-hati) karena rasa takut mereka kepada (azab dan murka) Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang menginfakkan apa yang telah mereka infakkan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya” (QS. Al-Mu’minun: 57-61).
Makna ayat yang mulia ini telah dijelaskan sendiri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, “Wahai Rasulullah, firman Allah yang berbunyi ‘Dan orang-orang yang menginfakkan apa yang telah mereka infakkan, dengan hati yang takut’, apakah maksudnya adalah seseorang yang berzina, mencuri dan meminum khamr?”
Maka beliau menjawab: “Tidak wahai putri Abu Bakar atau tidak wahai putri Ash-Shiddiq, tapi maksud ayat itu adalah seseorang yang mengerjakan shaum, melaksanakan shalat dan mengeluarkan sedekah, namun ia khawatir jika amal kebaikannya tersebut tidak diterima Allah." (HR Tirmidzi).