Oleh : Oleh: KH Nur Rohmad SAg MPdi, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Kabupaten Mojokerto
REPUBLIKA.CO.ID, Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ،
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah...
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ta’ala, satu-satunya Tuhan yang wajib dan berhak disembah, Pencipta segala sesuatu, yang menakdirkan terjadinya segala sesuatu, Mahakuasa atas segala sesuatu, tidak membutuhkan kepada segala sesuatu dan berbeda dengan segala sesuatu, yang tidak membutuhkan kepada tempat dan arah serta Mahasuci dari bentuk dan ukuran.
Jamaah sholat Jumat yang berbahagia..
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ (رواه مالك وأحمد في مسنده والبخاري ومسلم والأربعة)
“Umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Malik, Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan al-Arba’ah [Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’ai, Ibnu Majah])
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَنْ حَجَّ هٰذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (رواه
البخاري ومسلم وغيرهما)
“Barang siapa yang berhaji ke Baitullah, lalu tidak bersetubuh (selama masih dalam rangkaian ibadah haji) dan tidak melakukan dosa besar, maka ia akan kembali (bersih dari dosa-dosanya) seperti saat dilahirkan ibunya” (HR al-Bukhari, Muslim dan lainnya)
Haji mabrur adalah haji yang diterima Allah SWT, yaitu haji yang dilakukan dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah SWT, dengan harta yang halal dan baik, menjauhi dosa-dosa besar selama haji dan melakukan haji sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Oleh karena itulah, Baginda Nabi bersabda:
اللهم حِجَّة لَا رِيَاءَ فِيهَا وَلاَسُمْعَةَ (أخرجه ابن ماجه)
“Ya Allah, jadikanlah haji kami murni karena-Mu, tidak ada riya’ (niat agar dilihat dan dipuji orang lain) dan sum’ah (niat agar didengar, memperoleh popularitas dan dipuji orang lain) di dalamnya.” (HR Ibnu Majah)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah...
Di antara tanda haji mabrur adalah apabila seseorang kembali dari haji dalam keadaan lebih baik dari sebelumnya. Kembali dari haji dalam keadaan tidak cinta dunia dan lebih mengutamakan akhirat.
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Latha’if al-Ma’arif menegaskan bahwa tanda diterimanya ketaatan adalah apabila disambung dengan ketaatan berikutnya. Ibnu Rajab di kitab yang sama menceritakan, salah satu doa yang pernah dipanjatkan Imam Ahmad adalah:
اللهم أَعِزَّنِي بِطَاعَتِكَ وَلَا تُذِلَّنِي بِمَعْصِيَتِكَ
“Ya Allah, muliakanlah aku dengan ketaatan kepadamu dan janganlah hinakan aku dengan bermaksiat kepada-Mu.” (Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Latha’if al-ma’arifi)
Dan doa yang paling sering dibaca oleh Imam Ibrahim bin Adham adalah:
اللهم انْقُلْنِي مِنْ ذُلِّ الْمَعْصِيَةِ إِلَى عِزِّ الطَّاعَةِ
“Ya Allah pindahkanlah aku dari kehinaan maksiat kepada kemuliaan taat.” (Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Latha’if al-ma’arifi)
Bahkan ketika dikatakan kepada sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Alangkah banyak orang yang berhaji.” Beliau mengatakan:
مَا أَقَلَّهُمْ “Alangkah sedikit jama’ah haji yang hajinya diterima.” (Mushannaf ‘Abd ar-Razzaq)
Syuraih, salah seorang ulama di kalangan tabi’in mengatakan:
الحَاجُّ قَلِيْلٌ وَالرُّكْبَانُ كَثِيْرَةٌ “Jamaah haji yang diterima hajinya sedikit walaupun orang yang berangkat untuk menunaikan haji banyak.” (Mushannaf ‘Abd ar-Razzaq)