Permohonan atau orang yang berdoa, jika tidak disertai dengan kebutuhan yang mendesak, atau yang bersangkutan merasa tidak terlalu perlu dengan apa yang dimintanya, maka itu mengandung arti dia tidak meminta.
Sedang kalimat "apabila ia berdoa kepada-Nya" mengandung isyarat bahwa doa harus benar-benar terarah kepada Allah SWT dan ini baru dapat diwujudkan jika yang bersangkutan (orang yang berdoa) memutuskan hubungan dengan sebab-sebab lahiriah dan hatinya hanya bergantung kepada Allah semata-mata.
Adapun yang hatinya masih berkaitan dengan sebab-sebab lahiriah, atau menggabung antara itu dan Tuhannya, maka pada hakikatnya dia tidak berdoa kepada Tuhannya,
tetapi kepada selain-Nya. Jika ia tulus sepenuhnya kepada Allah SWT, maka Allah pasti mengabulkan doanya sesuai firman-Nya.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖ
Wa qāla rabbukumud‘ūnī astajib lakum, innal-lażīna yastakbirūna ‘an ‘ibādatī sayadkhulūna jahannama dākhirīn(a).
Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku mengabulkan untuk kamu. . . . . . . (QS Gafir Ayat 60)
Thabathaba’i menjelaskan, perlu diingat bahwa pengabulan doa bukan berarti pemenuhan permintaan pada saat diminta oleh pemohon (orang yang berdoa), tidak juga dalam arti memberinya sesuai permintaannya. Tetapi pengabulan doa berarti memberi yang terbaik untuk si pemohon (orang yang berdoa) pada waktu, tempat, kadar dan pemberian yang sesuai, karena bisa jadi apa yang dimohonkannya berakibat buruk atau tidak sesuai baginya dari segi waktu atau dari apa yang dimohonkan itu.
Dengan demikian, kita dapat berkata bahwa semua yang berdoa, siapa pun, asal benar-benar ia berdoa dengan tulus sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, maka Allah tidak akan mengecewakannya.