REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT merupakan Maha Kuasa yang mempunyai kemampuan tak terhingga di luar nalar manusia. Sehingga jangkauan pandangan Allah pun, tidak bisa ditakar dengan standar manusia.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al An'am ayat 103,:
لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ
Laa tudrikuhul absaaru wa Huwa yudrikul absaara wa huwal Latiiful Khabiir.
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Mahahalus, Mahateliti."
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al Mishbah menjelaskan tafsir ayat ini. Menurut beliau, manusia tidak dapat menjangkau hakikat Zat Allah dan sifat-Nya dengan pandangan mata atau pancaindera, tidak juga dengan akal.
Ayat di atas juga menggunakan kata yang sama--yudrik--untuk Allah dan untuk makhluk. Persamaan kata itu oleh sementara pakar bahasa dipahami semata-mata untuk penyesuaian kebahasaan dengan kata sebelumnya yang juga menggunakan kata yang sama, tetapi hakikat maknanya jauh berbeda. Buat Allah, kata tersebut dipahami dalam arti menjangkau dan menguasai.
Di sisi lain, perlu diingat bahwa sesuatu tidak dapat dilihat bukan karena dia tidak ada. Namun boleh jadi karena ia terlalu kecil dan halus sehingga tersembunyi atau karena ia terlalu besar, terang, dan jelas.
Selanjutnya, bagaimana makhluk dapat melihat Tuhan, padahal makhluk adalah wujud yang fana lagi terbatas? Bagaimana mungkin sesuatu yang fana lagi terbatas dapat menjangkau yang kekal lagi tidak terbatas? Jika dia menjangkau-Nya, yang tidak terbatas beralih menjadi terbatas, dan ini adalah sesuatu yang mustahil.
Kemampuan mata manusia, indera, dan akalnya dianugerahkan Allah sesuai dengan fungsi yang dikehendaki-Nya untuk diemban manusia dalam kehidupan dunia ini. Yakni menjadi khalifah, memakmurkan bumi serta menjangkau hakikat Illahi yang Maha Kuasa lagi Maha Kekal itu.
Sehingga, ayat tersebut menyatakan bahwa Allah menjangkau semua penglihatan, bukannya menyatakan semua yang berpotensi untuk dilihat. Ini untuk membedakan jangkauan penglihatan-Nya dengan penglihatan makhluk. Apa yang dijangkau oleh makhluk melalui kornea matanya terbatas pada hal-hal yang bersifat lahiriah.
Seperti, misalnya; warna, bentuk, panjang dan pendek, besar atau kecil, jauh dekat, bergerak atau diam, tetapi apa yang Allah jangkau sesungguhnya melebihi semua itu. Dia menjangkau segala sesuatu, lahir dan batin, tidak sesuatu pun tersembunyi bagi-Nya.