REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi dapat berjalan terus-menerus. Siklus ini tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi.
Ilmuwan melalui presentasi sainsnya bukanlah yang pertama kali menjelaskan bagaimana teori terjadinya hujan. Sejak 14 abad yang lalu, kala penduduk bumi belum memahami apa itu hujan, Alquran sudah menjelaskan teori terjadinya hujan dengan sangat detail.
Allah SWT berfirman, “Dialah yang mengirimkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan). Sehingga, jika angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu.” (QS al-A'raf [7]: 57).
Pada 1686, Edmund Halley mengemukakan teori tentang angin sebagai unsur penting terbentuknya hujan. Ia mengemukakan istilah angin monsun yang terjadi akibat adanya perbedaan panas antara daratan dan lautan sebagai hasil dari zenithal march matahari (Chang, 1984). Kata monsun ini digunakan hanya untuk sistem angin (Neuwolt, 1977).
Ilmuwan pun akhirnya bisa menguraikan dengan lebih perinci tentang proses terjadinya hujan. Dimulai dari gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus, dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit.
Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfer. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut “perangkap air.”
Halaman 2 / 3
Proses selanjutnya, uap air yang sudah menjadi awan tersebut digerakkan ke dataran untuk menjadi hujan. Hal ini diterangkan dalam Firman Allah SWT, “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS ar-Ruum [30]: 48).
Dalam ayat lain juga disebutkan dengan lebih perinci. “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah menggerakkan awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS an-Nur [24]: 43).
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengalami kondensasi kristal garam atau partikel debu di udara karena titik-titik air pada awan ini sangat kecil (diameternya antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan tersebut mengalami suspensi di udara, dan menyebar di langit. Jadi, langit tertutup dengan awan.
Allah SWT menyebutkan, “Lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya.” Inilah partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam. Partikel-partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Air hujan tersebut menjadi lebih berat daripada udara. Inilah yang menyebabkannya bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.