REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Fatoni, Dosen Pendidikan Bahasa Arab FAI UMM
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Jamaah Jumat rahimakumullāh
Berbagai kejahatan yang terungkap belakangan ini, seperti korupsi di kalangan pejabat, mafia hukum dan peradilan, judi online, peredaran narkoba, pergaulan bebas kaum remaja, kekacauan rumah tangga, frekuensinya semakin hari semakin memprihatinkan
Kemunkaran sosial tersebut sungguh lebih besar bahayanya dari pada terorisme, gempa bumi, atau aneka penyakit fisik yang diderita manusia. Sebab tindakan kejahatan tersebut dapat menghancurkan sebuah bangsa dan sebuah negara. Kehancurannya bukan saja di dunia, namun di akhirat juga. Semua-mua itu bermuara dari lenyapnya kejujuran dan suburnya ketidakjujuran dalam kehidupan.
Jamaah Jumat rahimakumullāh
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di mana-mana kita sulit menemukan sebuah kejujuran dalam masyarakat. Sebaliknya, di mana-mana kita dengan mudah menemukan ketidakjujuran. Kita dengan mudah menemukan ketidakjujuran di rumah antara suami dan istri atau antara anak dengan orang tuanya. Kita juga dengan mudah menemukan pedagang di pasar yang tak jujur dalam timbangan.
Potret ketidakjujuran bangsa ini memuncak dalam kasus korupsi yang seolah menjadi praktik yang tidak ditabukan. Tak heran bila kondisi Indonesia saat ini termasuk dalam kategori pengindap penyakit kronis dengan tingkat korupsinya sangat tinggi. Penyakit sosial yang jenis satu ini dari dari waktu ke waktu selalu menghiasi wajah pemberitaan nasional, bahkan mengalahkan isu-isu kemiskinan di berbagai daerah.
Tragisnya lagi, kejahatan-kejahatan publik itu justru dicontohkan para pemimpin bangsa yang semestinya memberikan keteladanan. Tak berbilang kejahatan korupsi yang kita dengar, lalu lenyap begitu saja tanpa pengadilan.
Ingatan kita belum lagi bisa melupakan satu kejahatan korupsi oleh tokoh tertentu, dan berita serupa, atau bahkan yang lebih dahsyat muncul kembali. Lantas, di manakah letak agama, khususnya Islam, dalam urat nadi kehidupan bangsa Indonesia sehingga nilai-nilai luhur yang dikandung tak lagi mampu menghadirkan kejujuran.
Lebih mengerikan lagi, di dunia pendidikan dan dakwah pun kita sering pula menemukan ketidakjujuran. Dalam kehidupan akademik ketidakjujuran bisa berupa jual beli ijazah, perjokian tugas akhir dan lain sebagainya. Bahkan aktivitas dakwah pun bisa tercemar dengan ketidakjujuran juru dakwah yang suka memfitnah juru dakwah lain di hadapan jamaah kelompoknya.
Hampir tidak ada lini kehidupan saat ini yang tidak dirasuki ketidakjujuran. Kejujuran seolah sudah menjadi barang langka. Orang-orang yang jujur dianggap makhluk aneh, lugu, dan dianggap tidak memahami perkembangan zaman.
Halaman selanjutnya ➡️