REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah Ciputat
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah..
Segala puja dan puji yang kita terima pada hakikatnya milik Allah, oleh karenanya sudah seyogyanya kita kembalikan seluruh puji-pujian tersebut kepada pemilik asalnya, yaitu Allah swt. Shalawat dan salam semoga senantiasa kita istiqamahi untuk dihaturkan bagi Nabi Muhammad saw dan keluarga serta para sahabatnya yang telah memperjuangkan agama ini dengan begitu gigih dan totalitas sebagai bentuk ketakwaan mereka terhadap perintah Allah swt.
Begitu juga dengan kita, agar kualitas ketakwaan semakin meningkat, maka sudah sepantasnya kita melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh kesungguhan. Meskipun terasa berat, namun buahnya akan kita nikmati kelak pada hari kiamat.
Jamaah shalat Jumat hafidzakumullah..
Pada prinsipnya, ketakwaan tidak hanya diimplementasikan dalam wujud melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya. Ketakwaan bisa saja berupa tidak mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, atau bahkan sekadar mengingat atau menjauhi larangan-Nya juga termasuk dari ekspresi takwa.
Hanya saja ujian dari sikap takwa banyak modelnya, khususnya ketika sendirian atau menyepi dari khalayak ramai. Dalam budaya sufi ada adagium yang kurang lebih: “hakikat ketakwaan seseorang bukan ketika beribadah di tempat terbuka, melainkan saat menyendiri di tempat sepi. Jika ia merupakan orang yang bertakwa sejati, maka akan tetap istiqamah bertakwa meskipun sedang sendirian. Begitu juga sebaliknya.”
Baca di halaman selanjutnya...