Sementara itu, Alquran mengajarkan kepada umat untuk saling bantu membantu orang yang kesulitan. SUrat Al-Baqarah ayat 280 menyebut sebagai berikut:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).”
Ada beberapa tafsir tentang ayat yang menganjurkan menganggap lunas utang bagi mereka yang benar-benar tidak sanggup membayar utangnya.
Dalam tafsir Tahlili, dikutip dari Alquran Kemenag diterangkan bahwa ayat tersebut merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya.
Ayat yang lalu memerintahkan agar orang yang beriman menghentikan perbuatan riba setelah turun ayat di atas. Dan para pemberi utang menerima kembali pokok yang dipinjamkannya.
Maka ayat ini menerangkan jika pihak yang berutang itu dalam kesukaran berilah tempo hingga dia sanggup membayar utangnya. Sebaliknya bila yang berutang dalam keadaan lapang, dia wajib segera membayar utangnya.
Sebab membayar utang tetap kewajiban bagi yang berutang. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ (رواه البخاري ومسلم) "Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya adalah perbuatan zalim." (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim).