Ahad 17 Apr 2022 22:41 WIB

Enam Kitab Hadis, Sumber Otoritatif Kedua Sesudah Alquran

Enam Kitab Hadis, Sumber Otoritatif Kedua Sesudah Alquran

Banyak hadis shahih yang meriwayatkan keutamaan mimpi berjumpa Rasulullah SAW.
Foto:
Koleksi Pusat Kajian Hadis Jakarta

Sunan Abu Daud

Istilah sunan, (jamak dari kata sunnah, yang maksudnya adalah Sunnah Rasulullah SAW) menunjuk bahwa judul-judul yang terkandung di dalamnya berpatokan pada judul-judul subjek umum seperti thaharah (bersuci), salat, zakat, puasa, haji, dan seterusnya. Biasanya, kitab sunan tidak memuat hadis-hadis yang berkaitan dengan moralitas, sejarah, zuhud, dan lain-lain. Karenanya, dalam kitab sunan bukan hanya hadis shahih yang dikemukakan, tetapi mencakup pula hadis-hadis dhaif yang diberi catatan seperlunya oleh pengarang.

Hal seperti ini, dilakukan karena menurut Abu Daud, hadis-hadis dhaif yang tidak terlalu lemah memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada pendapat para sahabat. Dalam pandangannya, tak ada satu pun yang layak dijadikan pegangan setelah Alquran selain hadis. Pemakaian opini sahabat hanya setelah tidak ditemukan nash yang berhubungan dengan suatu hukum tertentu.

Dalam kitab sunannya, Abu Daud berhasil menyeleksi sekitar 4.800 hadis tanpa terulang dari sekitar 500 ribu hadis. Menurut pengakuannya sendiri, hadis-hadis yang dihimpun itu beberapa di antaranya berkatagori shahih, mendekati shahih, dan dhaif. Hadis-hadis shahih dicirikan dengan tiadanya penjelasan tentang mertabat dan kualitas Hadis. Sedang hadis-hadis yang mendekati shahih pada prinsipnya hampir sama kedudukannya dengan Hadis shahih. Perbedaannya, hanya terletak pada 'adalah (sikap adil) serta shiddiq (jujur)-nya perawi. Sedang hadis-hadis yang diberi penjelasan secukupnya berarti ia berkualitas dhaif.

Menurut Abu Sulaiman al-Khataby, kitab Sunan Abu Daud memiliki susunan topik-topik yang lebih baik daripada kitab yang ditulis Bukhari dan Muslim. Ia langsung membagi Hadis-hadis yang dikumpulkannya dalam bentuk bab dan kitab. Secara keseluruhan, ada 1.871 bab dan 95 kitab.

Sampai Abu Daud meninggal, 21 Februari 889 M di Kota Bashrah, Kitab Sunannya mendapat perhatian besar dari para ulama hadis. Manifestasi dari berbagai perhatian itu antara lain dengan munculnya kitab syarh (penjelasan) dan mukhtashar (ringkasan). Beberapa di antaranya adalah Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud karya Syamsul Haq Azimabadi dan Badli al-Majhud fi Hall Abi Daud karya Khalil Ahmad Anshari (W. 1346 H). Keduanya merupakan dua kitab syarh terbaik yang sampai saat ini masih bisa didapatkan.

Sunan Tirmidzi

Imam Tirmidzi, ulama hadis yang lahir di Transoksania pada 822 M, menurut Ibn Hajar, memiliki klasifikasi guru yang terbilang unik. Guru-guru Tirmidzi tersebut dapat dikatagorikan dalam tiga peringkat. Mereka yang mendahului Tirmidzi, mereka yang menjadi sumber riwayat langsung, dan mereka guru-guru khusus. Menurut beberapa ulama, Tirmidzi tergolong sebagai ulama yang produktif menulis.

Namun dari seluruh karya tulisnya, bidang hadis mendapat perhatian yang paling besar. Salah satu karyanya yang monumental dalam bidang hadis adalah yang berjudul Sunan al-Tirmidzi. Kitab hadis ini terbagi dalam 50 bab (akhir-akhir ini semua kitab ditulis dalam bentuk bab dan kitab), 3.956 buah hadis, dan meliputi 8 pokok bahasan hukum. Ciri khusus Sunan al-Tirmidzi adalah terletak pada adanya penjelasan tentang isnad (sandaran) hadis serta komentar-komentar dari para imam mazhab.

Kriteria lain yang juga belum dimiliki pengumpul Hadis sebelumnya adalah perihal istilah baru berkenaan dengan kualis Hadis. Menurut Ibn Taimiyyah, al-Tirmidzi adalah tokoh pertama yang secara resmi menggunakan istilah hasan (baik). Di samping itu ia juga banyak menitikberatkan penialian tentang periwayat Hadis melalui kaidah al-Jarh wa Ta'dil (cacat dan benar).

Ketelitiaan dan kecermatan Tirmidzi terlihat jelas dalam penerapan sistematika isnad dalam al-Sunan. Di samping mengikuti jejak gurunya, Imam Muslim, Tirmidzi merumuskan sistem isnad baru dengan cara mengumpulkan beberapa isnad dalam satu Hadis. Ia juga kadangkala memberi tambahan lafadz (komentar) terhadap perbedaan riwayat yang terjadi.

sumber : Disarikan dari Pusat Dokumentasi Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement