REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fakhruddin ar-Razi, seorang ulama terkemuka dalam sejarah Islam, memiliki pandangan unik tentang air yang terungkap dalam tafsirnya, Mafātīḥ al-Ghayb (Tafsir al-Kabīr).
Saat membahas fenomena pertemuan dua lautan dalam Surat Ar-Rahman ayat 19-20, ar-Razi menjelaskan bahwa kedua air laut tersebut dapat bertemu tanpa bercampur karena perbedaan karakteristik air itu sendiri, seperti salinitas, suhu, dan densitas.
Pandangan ini menunjukkan pemahaman ar-Razi yang mendalam tentang fenomena alam dan kemampuan analisisnya dalam mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dengan tafsir Alquran.
Ulama ahli tafsir, filsafat, dan sains, ini cukup banyak menyinggung tentang air dalam karya-karyanya, terutama dalam Mafātīḥ al-Ghayb (Tafsir al-Kabīr). Berikut lima pendapat pentingnya:
Air sebagai Asal Kehidupan
Ar-Razi menafsirkan QS. Al-Anbiya’ (21:30)
وَجَعَلْنَا مِنَ ٱلْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَىٍّ
wa ja’alnā minal-mā`i kulla syai`in ḥayy
“Dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”.
Ia menekankan bahwa air adalah unsur vital dalam penciptaan dan keberlangsungan makhluk hidup. Menurutnya, tanpa air tidak mungkin ada kehidupan.
Air sebagai Unsur Penyuci
Dalam penjelasan tentang thaharah (bersuci), ar-Razi menyebut bahwa air memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki benda cair lain: kemampuannya menyucikan baik secara fisik maupun spiritual. Ia menekankan hikmah syariat yang memilih air sebagai sarana utama bersuci.