Ahad 24 Nov 2024 06:53 WIB

Keshalehan Ayah Berdampak pada Keshalehan Anak, Bagaimana Anak Nabi Nuh?

Ayah diharap menjaga keshalehannya agar mendapat anak yang shaleh.

Ilustrasi ayah yang shaleh ibadah di rumah.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Ilustrasi ayah yang shaleh ibadah di rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keshalehan ayah dinilai pada umumnya berdampak pada keshalehan anak-anaknya. Sehingga, sang ayah harus mengupayakan menjaga keshalehan dirinya untuk mendapat anak-anak yang shaleh.

Dalam Alquran surat Al Kahfi ayat 82:

Baca Juga

وَاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهٗ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًاۚ فَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْ يَّبْلُغَآ اَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلْتُهٗ عَنْ اَمْرِيْۗ ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرً

wa ammal-jidâru fa kâna lighulâmaini yatîmaini fil-madînati wa kâna taḫtahû kanzul lahumâ wa kâna abûhumâ shâliḫâ, fa arâda rabbuka ay yablughâ asyuddahumâ wa yastakhrijâ kanzahumâ raḫmatam mir rabbik, wa mâ fa‘altuhû ‘an amrî, dzâlika ta'wîlu mâ lam tasthi‘ ‘alaihi shabrâ

Adapun dinding (rumah) itu adalah milik dua anak yatim di kota itu dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka adalah orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku (sendiri). Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.”

Menurut Syekh Nada Abu Ahmad dalam Berkah Anak Shaleh, pada ayat di atas bisa dilihat pada umumnya keshalehan ayah berimbas pada keshalihan anak-anak.

"Saya katakan 'pada umumnya', karena sudah maklum bahwa tanah yang baik hanya menumbuhkan tanaman yang baik pula," tulis Syekh Nada.

Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 34:

ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ

dzurriyyatam ba‘dluhâ mim ba‘dl, wallâhu samî‘un ‘alîm

(Mereka adalah) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Namun, terkadang kita melihat pengecualian dari kaidah ini, sebagaimana terjadi pada Nabi Nuh AS dan putranya yang meninggal dalam keadaan kafir. Hal itu terjadi karena suatu hikmah yang hanya diketahui oleh Allah SWT agar manusia tidak bersandar pada dirinya sendiri dan mengira bahwa dengan keshalehannya semata, ia akan mendapat karunia berupa anak shaleh, tanpa harus mengupayakan sebab-sebab keshalehan anak. Di antaranya, memilih istri. mencari rezeki halal, berdoa, menyebut nama Allah ketika akan berhubungan intim suami-istri, dan berbagai faktor lainnya.

Menurut Syekh Nada, hendaknya seorang laki-laki bersungguh-sungguh dalam mengupayakan keturunan yang shaleh. Hendaknya ia mewujudkan faktor-faktor penyebab keshalehan anak.

Dia juga harus bersungguh-sungguh dalam menjaga keshalehannya dengan harapan Allah menjaga anak-anaknya. Said bin Musayyab pernah berkata kepada anaknya, "Sungguh aku akan menambah sholatku demi kamu, dengan harapan semoga Allah menjagamu."

Kemudian dia membaca ayat berikut : (Surat Al Kahfi ayat 82)

وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحًا

wa kāna abụhumā ṣāliḥā

sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh

Lain lagi dengan Sahl at-Tastari, begitu besar perhatiannya kepada anaknya selagi masih berada di tulang sulbinya, ia melakukan amal shaleh dengan harapan Allah memuliakan dirinya dengan mengaruniakan anak shaleh. Dia berkata, "Sungguh aku mengikat perjanjian yang dibuat Allah (dengan manusia) selagi berada di alam partikel. Sungguh aku akan memelihara anak-anakku sejak sekarang, hingga Allah mengeluarkannya ke alam nyata."

"Jadi keshalehan ayah itu bergunan bagi anak-anak," tulis Syekh Nada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement