REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meragukan akhirat adalah fenomena yang terjadi baik di masa lalu maupun di zaman modern. Karena itu, Allah SWT menurunkan nabi dan rasul-Nya ke dunia ini untuk mensyiarkan adanya kehidupan yang kedua kalinya tersebut. Dan di zaman sekarang ini, ulama lah yang menjadi pewaris nabi.
Dalam sejarah hidup manusia, Allah SWT telah mengutus para nabi ke muka bumi ini dan mengajarkan ajarannya. Para nabi Allah SWT itu jumlahnya sangat banyak dan nabi terakhir yang diutus oleh-Nya adalah Nabi Muhammad SAW dengan membawa ajaran Alquran.
Dalam buku berjudul “Hidup Sesudah Mati” terbitan Zahira, Bey Arifin menjelaskan, tujuan diutusnya nabi dan rasul dan diturunkannya kitab suci Alquran setidaknya ada dua.
Pertama, yaitu untuk menerangkan kepada manusia tentang Tuhan yang sebenarnya, yaitu Allah yang Maha Esa. Kedua, untuk menerangkan kepada manusia bahwa setelah meninggal dunia, manusia akan dihidupkan kembali menempuh kehidupan yang kedua kalinya.
Menurut dia, kehidupan yang kedua tersebut adalah kehidupan yang kekal dan abadi, di mana setiap manusia akan menerima pembalasan dari perbuatan yang pernah dilakukan selama hidup di dunia.
Perbuatan yang baik akan mendapatkan balasan yang baik, sedangkan perbuatan jelek akan dibalas dengan kejelekan beruapa azab atau siksa yang pedih.
Namun, orang-orang masih ada yang meragukan akhirat. Menurut Bey Arifin, kalangan yang berselisih tentang kehidupan akhirat ini tidak hanya penduduk Makkah pada zaman Rasulullah SAW, tapi juga manusia modern yang hidup di abad ini.
Lalu apa perbedaan orang-orang dulu dan orang modern dalam meragukan akhirat?
BACA JUGA: Keajaiban Tulang Ekor Manusia yang Disebutkan Rasulullah SAW dalam Haditsnya
Perbedaannya, menurut Bey, jika orang dulu meragukannya karena kebodohan dan kepicikan pengetahuannya, maka dalam abad modern sekarang ini orang meragukannya karena kepintaran dan ketinggian ilmu pengetahuannya. Allah SWT telah berfirman dalam Alquran:
بَلِ ادّٰرَكَ عِلْمُهُمْ فِى الْاٰخِرَةِۗ بَلْ هُمْ فِيْ شَكٍّ مِّنْهَاۗ بَلْ هُمْ مِّنْهَا عَمُوْنَ . وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا ءَاِذَا كُنَّا تُرٰبًا وَّاٰبَاۤؤُنَآ اَىِٕنَّا لَمُخْرَجُوْنَ. لَقَدْ وُعِدْنَا هٰذَا نَحْنُ وَاٰبَاۤؤُنَا مِنْ قَبْلُۙ اِنْ هٰذَآ اِلَّآ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ
Artinya: “Bahkan pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (ke sana). Bahkan mereka ragu-ragu tentangnya (akhirat itu). Bahkan mereka buta tentang itu. Dan orang-orang yang kafir berkata, “Setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) nenek moyang kita, apakah benar kita akan dikeluarkan (dari kubur)? Sejak dahulu kami telah diberi ancaman dengan ini (hari kebangkitan); kami dan nenek moyang kami. Sebenarnya ini hanyalah dongeng orang-orang terdahulu." (QS. An-Naml: 66-68).