Ditukil dari Waktu dalam Perspektif Alquran dan Sains terbitan Balitbang Kemenag, pada ayat 259 Surah al-Baqarah di atas, tampak kegalauan lelaki yang disebut dalam kitab tafsir tersebut adalah Nabi Hezqiyal, seorang nabi dari kalangan Bani Israil yang ditawan oleh Raja Nebukadnedzar (dalam tafsir lainnya disebut Nabi Uzair). Lelaki tersebut galau ketika melihat kota yang hancur berantakan, temboknya telah roboh menutupi atapnya.
Diperkirakan kota yang hancur itu adalah Yerusalem, ibukota kerajaan Yudea setelah terjadinya penyerangan oleh Raja Kaldan (Khaldea)-Babilonia, Bukhtanashshar (alMaghluts, 2002) (dalam literatur Barat raja tersebut adalah Nabuchadnezzar) pada tahun 587 SM (Carter, 1985) atau 586 SM (Amstrong, 1997), yang menghancurleburkan Yerusalem beserta Haikal Sulaiman. Kegalauan Hezqiyal terungkap dalam kata-katanya, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?”. Seketika Nabi Hezqiyal mengalami tiga kejadian penting, yaitu:
Beliau diwafatkan selama 100 tahun, kemudian dibangkitkan/dihidupkan lagi. Setelah bangkit atau hidup, diperlihatkan bahwa “makanan dan minuman” yang ia bawa sebagai bekal, belum berubah sama-sekali, masih seperti sedia kala, yaitu masih seperti 100 tahun yang lalu.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/078362100-1595428197-830-556.jpg)
Nabi diperlihatkan bagaimana Allah membangkitkan kembali keledai yang sudah menjadi tulang-belulang, kembali hidup. Ketika Nabi Hezqiyal dihidupkan kembali, Allah bertanya kepadanya, “Berapa lama kamu tinggal di sini?”; dan Nabi Hezqiyal menjawab, “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Jawaban Nabi Hezqiyal cukup manusiawi karena ketika mati selama 100 tahun, fungsi memori otak tidak bekerja sehingga ingatannya ketika hidup kembali masih menggunakan memori 100 tahun yang lalu. Allah lalu menjelaskan bahwa Hezqiyal telah dimatikan 100 tahun lamanya. Kemudian beliau disuruh melihat bekal makanan dan minumannya; ternyata bekal itu masih tetap utuh seperti sedia kala, seperti 100 tahun yang lalu dan tidak berubah.