Kamis 14 Mar 2024 17:34 WIB

Sepuluh Penyebab Doa Umat Islam tidak Dikabulkan 

Salah satu penyebab doa tak dikabulkan adalah meninggalkan sunnah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Doa (ilustrasi)
Foto: republika
Doa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Suatu ketika pada masa lalu di kota Bashrah (kini bagian dari negara Irak), seorang alim ulama bernama Syekh Ibrahim bin Adham lewat di pasar kota Bashrah. Banyak orang berkumpul mengelilingi Syekh Ibrahim bin Adham. 

Orang-orang yang berkumpul itu berkata, "Wahai Abu Ishaq (Syekh Ibrahim bin Adham), mengapa doa kami tidak dikabulkan?" 

Baca Juga

Syekh Ibrahim bin Adham yang biasa dipanggil Abu Ishaq menjawab, "Karena hati kamu mati disebabkan sepuluh perkara."

Kemudian, Syekh Ibrahim bin Adham menjelaskan sepuluh hal penyebab doa tidak dikabulkan.

Pertama, kamu mengetahui Allah, akan tetapi kamu tidak melaksanakan hak-Nya.

Kedua, kamu nyatakan bahwa kamu mencintai Rasulullah SAW (Nabi Muhammad SAW), akan tetapi kamu meninggalkan sunnahnya.

Ketiga, kamu membaca Alquran, akan tetapi kamu tidak mengamalkannya.

Keempat, kamu makan nikmat Allah, akan tetapi kamu tidak bersyukur.

Kelima, kamu katakan bahwa setan itu musuh kamu, tapi kamu tidak menentangnya.

Keenam, kamu katakan bahwa surga itu benar, tapi kamu tidak berusaha untuk mendapatkannya.

Ketujuh, kamu katakan bahwa neraka itu benar, akan tetapi kamu tidak lari darinya.

Kedelapan, kamu katakan bahwa kematian itu benar, akan tetapi kamu tidak mempersiapkan diri untuknya.

Kesembilan, kamu bangun tidur, kamu sibuk dengan aib orang lain dan kamu lupa dengan aib kamu.

Kesepuluh, kamu mengubur mayat, akan tetapi kamu tidak mengambil pelajaran darinya.

Ada di antara orang-orang yang berkumpul mengelilingi Syekh Ibrahim bin Adham mengucapkan makna ini dalam bentuk syair.

"Kita memohon kepada Allah dalam setiap kesulitan. Kemudian kita melupakan-Nya ketika kesulitan itu disingkirkan. Bagaimana kita mengharapkan doa akan terkubul. Kita telah menutup jalannya dengan dosa-dosa."

Dilansir dari buku Sa'atan Sa'atan (Semua Ada Saatnya) yang ditulis Syekh Mahmud Al Mishri diterjemahkan Ustaz Abdul Somad diterbitkan Pustaka Al-Kautsar.

Untuk diketahui, Syekh Ibrahim bin Adham (718-782) lahir di tengah komunitas orang Arab Kota Balkh, daerah Khurasan timur (kini bagian dari Afghanistan).

Menurut Reynold A Nicholson dalam artikelnya, para ahli sejarah pada era modern banyak menukil keterangan dari Ibnu Asakir atau Abu Nu’aim al-Isfahani (948-1038) untuk menggali profil sang mursyid. Kedua penulis biografi ulama-ulama klasik itu menuturkan, Syekh Ibrahim bin Adham lahir sekitar pada tahun 112 Hijriyah.

Ada perbedaan pandangan mengenai lokasi kelahirannya. Ibnu Asakir berpendapat, Syekh Ibrahim bin Adham lahir di Balkh. Sementara, al-Isfahani dalam Hilyatul Auliya menyebut, sang sufi lahir di Makkah ketika kedua orang tuanya sedang berhaji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement