Hadirin Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia
Kekerasan atas nama pemahaman agama tidak saja mengambil bentuk secara fisik, namun adakalanya melibatkan tekanan non fisik yang mengandung muatan politis, sosiologis, dan antropologis. Di sini kiranya perlu mempertegas kembali paham keagamaan jalan tengah. Kita dorong umat Islam ke posisi pertengahan antara kedua kutub pemahaman keagamaan yang ekstrem: liberalisme dan radikalisme.
Sementara kaum ekstremis sering terjebak dalam praktik keberagamaan atas nama agama seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang yang beragama semacam ini terkadang rela melecehkan kehormatan sesama manusia “atas nama agama”.
Padahal, menjaga nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama. Demi menengahi serta mengajak kedua kelompok ekstremitas, moderasi keberagamaan dengan prinsip keadilan dan keberimbangan menjadi keniscayaan.
Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara tepat. Adapun sikap berimbang yaitu selalu berada di tengah di antara dua kelompok yang berlebihan. Pemahaman dan pengamalan keagamaan bisa dinilai berlebihan jika ia melanggar tiga hal; Pertama, nilai kemanusiaan. Kedua, kesepakatan bersama. Ketiga, ketertiban umum.
Prinsip tersebut ingin mempertegas bahwa moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan Allah dengan kemaslahatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk menjalankan syariat-Nya yang bertujuan pada upaya memuliakan sesama manusia.
Selanjutnya...