REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu adalah keramat. Mungkin kata 'keramat' ini patut disematkan pada ibu yang telah berjasa dalam segala hal kepada anaknya.
Bahkan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan betapa keramatnya ibu. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa seorang lelaki pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, "Wahai Rasulullah, siapakah yang harus lebih didahulukan untuk berbakti kepadanya?"
Lalu Rasulullah SAW bersabda:
أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ الْأَقْرَبَ، فَالْأَقْرَبَ
"Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian barulah bapakmu, kemudian kerabat terdekat, lalu yang terdekat setelahnya." (HR Abu Daud)
Al Bazzar juga meriwayatkan hadits tentang seorang laki-laki dan ibunya. Berikut haditsnya:
ويروي البزار أن رجلاً كان بالطواف حاملا أمه يطوف بها , فسأل النبي صلى الله عليه وسلم هل أديت حقها ؟ قال : « لا , ولا بزفرة واحدة »
Seorang laki-laki sedang melakukan tawaf sambil menggendong ibunya di pundaknya. Kemudian bertanya kepada Nabi SAW, "Apakah hak ibuku telah terpenuhi?" Nabi SAW bersabda, "Tidak, (belum terbalas) dengan satu tarikan nafas."
Berbakti kepada ibu bahkan dapat dikatakan setara dengan jihad di medan perang. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi SAW, sebagai berikut:
جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله , أردت أن أغزو , وقد جئت أستشيرك , فقال :« هل لك من أم » ؟ قال : نعم . قال : « فالزمها فإن الجنة عند رجليها ».
Seorang lelaki (Mu'awiyah bin Jahimah Al-Sulami) mendatangi Nabi SAW, lalu berkata, "Wahai Rasulullah SAW, aku ingin berjihad, dan aku datang meminta nasihatmu." Nabi SAW bertanya, "Apakah kamu punya ibu?"Lelaki itu menjawab, "Ya". Maka beliau SAW bersabda, "Kalau begitu, tetaplah bersamanya, karena surga ada di kedua kakinya." (HR An-Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Dalam hadits lain, dari Asma binti Abi Bakr RA, juga disebutkan betapa keramatnya ibu sekalipun ia musyrik, hingga Nabi SAW meminta Asma untuk tetap menjalin hubungan ibunya. Berikut haditsnya:
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ
Asma binti Abi Bakr RA berkata, "Ibuku menemuiku dan saat itu dia masih musyrik pada zaman Rasulullah SAW. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah SAW. Aku katakan, 'Ibuku sangat ingin (aku berbuat baik padanya), apakah aku harus menjalin hubungan dengan ibuku?'" Lalu beliau SAW bersabda, "Ya, sambunglah silaturahim dengan ibumu." (HR. Bukhari)