REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nur Suharno
Doa bersama menjelang digelarnya ujian seakan menjadi sebuah tradisi tersendiri di lingkungan sekolah. Hal itu dilakukan sebagai upaya pemantapan mental siswa.
Agar kegiatan doa bersama itu tidak menjadi sekadar rutinitas hendaknya pihak sekolah melalui guru mata pelajaran pendidikan Agama Islam memahamkan kepada siswa tentang pentingnya doa. Sebab kesuksesan, termasuk dalam ujian, tidak ditentukan oleh kecerdasan siswa, melainkan adanya pertolongan Allah SWT (QS an-Nashr [110]: 1).
Siswa yang selalu berdoa –-bukan berdoa ketika lagi butuh-- akan terinternalisasi dalam dirinya dan memahami bahwa manusia tidak memiliki kuasa. Manusia hanya dapat berencana dan Tuhan-lah yang menentukan kesuksesan itu, termasuk kesuksesan dalam ujian.
Karenanya sebelum, selama, dan setelah ujian pun siswa hendaknya terus berdoa. Melalui doa, siswa akan lebih tenang, rileks, dan lebih fokus dalam menghadapi ujian.
Terkait hal ini Rasulullah SAW memberikan tuntunan doa mengusir kegelisahan. ”Allahumma inni a’udzubika minal hammi wal hazan, wa a’udzubika minal ’ajzi wal kasal, wa a’udzubika minal jubni wal bukhl, wa a’udzubika min ghalabatid daini wa qahrir rijal.”
”Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan kesedihan, dan aku berlindung pada-Mu dari ketidakberdayaan dan kemalasan, dan aku berlindung pada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung pada-Mu dari problem keuangan dan tekanan orang lain.'' (HR Abu Dawud).
Pertanyaannya, kapan waktu yang tepat untuk berdoa? Terkait hal ini Rasulullah SAW menginsyaratkan waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa.
Di antaranya, yaitu pada sepertiga malam (HR Muslim), pada hari Jumat (HR Bukhari dan Muslim), sesudah shalat lima waktu (HR Tirmidzi), dan waktu antara adzan dan iqamat (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Selain dengan penguatan melalui doa, siswa hendaknya berusaha (belajar) secara rutin dengan bimbingan guru di sekolah dan orang tua di rumah. Berdoa dan belajar bagi siswa harus dilakukan secara istikamah, bukan musiman.
Setelah itu lakukan tawakal, serahkan hasil akhir (lulus atau tidak lulus dalam UN) sepenuhnya kepada Allah SWT. Di sinilah perlunya internalisasi siswa melalui tradisi DUIT (Doa dan Usaha dilakukan secara Istikamah, lalu Tawakal).
Dan untuk membumikan tradisi tersebut pihak sekolah harus bekerja keras (berjihad) melawan tradisi yang sudah mendarah daging di kalangan siswa, yaitu tradisi SKS (Sistem Kebut Semalaman).
Untuk menghentikan tradisi SKS di lingkungan sekolah, pihak guru (di sekolah), orang tua (di rumah), dan masyarakat sebagai kontrol sosial hendaknya terus mengkampanyekan secara masif DUIT yes, SKS no.
Dengan demikian, jika tradisi DUIT ini dapat mengalahkan tradisi SKS di lingkungan sekolah maka tidak menutup kemungkinan akan dapat mengantarkan kepada kesuksesan siswa dalam menghadapi ujian dengan hasil yang terbaik. Semoga.