Ahad 17 Apr 2022 23:57 WIB

Doa Bukanlah Mantra Ajaib

Doa Bukanlah Mantra Ajaib

Berdoa kepada Allah SWT (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Kiai dan santri Ponpes Bahrul Ulum berdoa usai sujud syukur di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Kamis (22/10)

Keyakinan tersebut berseberangan dengan doa dalam pemaknaan Islam yang lurus. Doa yang tepat adalah doa yang dilantunkan setelah usaha, ikhtiar, dan kerja keras. Hal ini diteladankan Nabi SAW yang mewariskan untaian doa yang menakjubkan.

Ia tak menjadi pertapa di gunung. Ia terlibat langsung serta menyelami kehidupan rakyat jelata, merasakan kepahitan, dan kesenangan mereka. Dalam melakukan peperangan, misalnya, Nabi SAW selalu mempersiapkan segala kebutuhan untuk berperang. Membangkitkan semangat umat, merapatkan barisan, memikirkan strategi, baru kemudian berdoa.

Doa tidak boleh membunuh kreativitas dan keberanian untuk memperjuangkan hidup. Doa bukanlah pelampiasan kelemahan manusia, melainkan penyokong kekuatan manusia dan penopang usaha-usaha positif dan konstruktif individu untuk membentuk kehidupan pribadi dan sosial. Doa pun bukan pengganti kerja, atau tanggung jawab, melainkan selaras dengan kerja keras, ikhtiar, perjuangan, dan ketekunan.

Doa bukan pula mantra yang mewujudkan keinginan kita dalam sekejap mata. Doa adalah manifestasi cinta manusia dan kebutuhan jiwa. Doa merupakan jeritan sebatang 'bambu' kering yang tercerabut yang ingin kembali ke 'rumpun bambu'. Dengan berdoa berarti kita telah mengakui kerendahan dan kehinaan diri kita di hadapan Yang Maha Suci.

Ringkasnya, doa merupakan ekspresi cinta pada Yang Ilahi, dan cita luhur ideal kebutuhan jiwa manusia. Yang terpenting adalah bahwa doa hanya pantas dilantunkan oleh bibir manusia yang aktif dalam aksi, bukan oleh mulut manusia yang pasif, menyerah pada keadaan.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement