REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Ibnu Katsir bernama lengkap Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir bin Dau bin Katsir Al-Qursyi Ad-Dimisyqi As-Syafi, dalam tafsirnya menulis bahwa hari Jumat diambil dari kata "al-Jum" yang berarti berkumpul. Karena orang Islam berkumpul tiap hari itu di rumah-rumah ibadah yang besar-besar.
Pada hari Jumat juga disempurnakan kejadian semua makhluk, karena Jumat adalah hari keenam, ketika Allah menciptakan semua langit dan bumi.
Pada hari Jumat, Nabi Adam Alaihissalam diciptakan. Di hari Jumat, Nabi Adam dimasukkan ke dalam surga, dan di hari Jumat juga Nabi Adam dikeluarkan dari dalam surga.
Di hari Jumat kiamat akan berdiri, dan pada hari Jumat ada suatu saat yang tiap-tiap apapun kebaikan yang dimohonkan oleh hamba Allah, bila bertepatan dengan saat itu pastilah akan dikabulkan, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis-hadis yang shahih.
Demikian dijelaskan Imam Ibnu Katsir, dikutip dari Tafsir Al-Azhar yang ditulis Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah yang akrab disapa Buya Hamka.
Sebagaimana ditulis oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya: Ka'ab bin Luai di zaman jahiliyah yang pertama kali menamainya hari Jumat, dan dinamai juga hari Arubah. Tetapi riwayat yang dikenal dalam Islam yang pertama kali menamainya Jumat Adalah kaum Anshar, sebelum Rasulullah SAW pindah ke Madinah.
Ibnu Sirin mengatakan memang kaum Anshar yang menamainya hari Jumat. Alasanya, setelah mereka melihat orang Yahudi berkumpul sekali dalam sepekan pada hari Sabtu, dan mereka melihat pula orang Nasrani berkumpul di hari Ahad, lalu mereka berkata: Marilah kita tentukan pula hari tempat kita berkumpul di waktu itu kita mengingat Allah, kita sembahyang dan kita mengaji. Kalau orang Yahudi ada hari Sabtu, orang Nasrani ada hari Ahad, mari kita adakan pula hari kita berkumpul itu, yaitu di hari Arubah.
Buah pikiran atau gagasan itu diterima bersama, lalu mereka berkumpul di hari Arubah di rumah As'ad bin Zuararah atau lebih terkenal dengan panggilan Abu Amamah. Mereka sembahyang di waktu Dzuhur dua rakaat, setelah habis sembahyang mereka mengaji.
Mereka namai hari itu hari Jumat yang berarti
berkumpul. Biasanya As'ad memotong kambing dan mereka makan tengah hari sampai makan malam bersama-sama dalam bilangan yang masih sedikit. Itulah Jumat pertama dalam Islam. Demikian riwayat lbnu Sirin sebagaimana yang tersebut dalam Tafsir al-Qurthubi.
Yang jadi guru dalam pertemuan-pertemuan itu adalah muballigh yang dikirim oleh Rasulullah SAW kepada mereka, yaitu Mush'ab bin Umair. Bertahun-tahun di belakang, jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat, setelah Ka'ab bin Malik tua dan matanya telah buta, bila didengarnya orang azan Jumat, dia selalu mengenang As'ad bin Zuararah yang menyediakan rumah tempat berkumpul di masa awal-awal itu.
Nabi Muhammad SAW setelah mulai menginjak Madinah dalam hijrahnya, mulai waktu itu pulalah beliau mengadakan Jumat.
Tersebut dalam riwayat hidup Nabi Muhammad SAW (Sirah) bahwa dalam perjalanan hijrah, beliau berhenti di Quba sebagai perhentian penghabisan akan masuk ke Madinah. Rasulullah SAW masuk ke kampung Bani Amer bin 'Auf di Quba pada hari Senin 12 Rabiul Awwal pada waktu Duha, dari waktu itulah dimulai tarikh tahun Hijri.
Rasulullah SAW berhenti di Quba dari Senin waktu Duha sampai Kami 15 Rabiul Awwal. Hari itu beliau meninggalkan Quba menuju Madinah, dan bermalam di kampung Bani Salim bin 'Auf pada malam Jumat itu, satu perkampungan yang telah masuk bagian kota Madinah.
Setelah datang waktu Dzuhur, bersembahyanglah Nabi Muhammad SAW di sana, diikuti oleh sahabat-sahabat Muhajirin yang bersama beliau dan Anshar yang telah menunggu. Di sanalah Rasulullah SAW memberikan khutbah Jumat yang pertama dan waktu itulah beliau sembahyang Jumat yang pertama.