Kamis 04 Sep 2025 12:01 WIB

Pendapat Ulama Klasik dan Nusantara tentang Perayaan Maulid Nabi

Maulid Nabi Muhammad mengingatkan banyak orang tentang manusia terbaik.

Jelang peringatan Maulid Nabi Muhammad.
Foto: Lilis Sri Handayani
Jelang peringatan Maulid Nabi Muhammad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah ulama –klasik dan asal Nusantara– membangun pendapat tentang merayakan Maulid Nabi Muhammad. Ini  merupakan tradisi yang disemarakkan Muslim setelah Nabi Muhammad wafat.

Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem selaku Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Aceh meminta seluruh jajarannya untuk mengantisipasi terjadinya inflasi selama menyambut peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW.

Baca Juga

“Kita akan memasuki (peringatan) Maulid, ini cenderung panjang di Aceh, hingga empat bulan ke depan. Pastikan ketersediaan daging untuk menghindari lonjakan, harga daging di Aceh tinggi (rata-rata Rp150 per kilogram), ini harus kita antisipasi,” kata Mualem di Banda Aceh, Rabu.

Berikut ini adalah nama ulama beserta pendapatnya tentang Maulid Nabi Muhammad.

1. Imam Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H)

Dalam kitab Husnul Maqshid fi Amalil Maulid, dia menegaskan maulid adalah bid‘ah hasanah (amal baik) yang berpahala. Melalui karangan itu, dia membantah anggapan bidah atau sesat, menganjurkan kegiatan seperti membaca Al-Qur'an, menuturkan kisah Nabi, bersedekah, dan menyajikan hidangan. Menurut beliau, perayaan ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta dan syukur kepada Nabi, serta dapat menjadi pahala jika diisi dengan amal baik dan menjaga nilai-nilai syariat.

2. Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H)

Maulid termasuk hal baru yang mengandung kebaikan jika diisi dengan kebaikan, dzikir, dan sedekah. Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW akan sangat baik karena merupakan ungkapan rasa cinta dan syukur kepada Allah atas kelahiran Nabi.

3. Imam Abu Syamah al-Maqdisi (w. 665 H)

Guru Imam an-Nawawi, dalam kitab al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wal Hawadits mendukung perayaan maulid dengan cara yang baik. Perayaan ini mengandung kebaikan jika dilakukan dengan niat baik untuk menunjukkan cinta dan rasa syukur, seperti sedekah, kegiatan kebaikan, serta ekspresi kebahagiaan dengan santunan kepada fakir miskin.

4. Imam Ibn Katsir (w. 774 H)

Dalam Kitab Tarikhnya, Ibnu Katsir menceritakan Raja Irbil (Sultan Mudhaffar Al-Kaukabri) mengadakan perayaan Maulid Nabi secara besar-besaran di bulan Rabi'ul Awal, dan ia menggambarkannya sebagai seorang pemimpin yang berani, adil, dan berilmu pengetahuan.

5. Imam al-Sakhawi (w. 902 H)

Dalam Subul al-Huda wa al-Rasyad, menyebut bahwa perayaan maulid dilakukan oleh banyak umat Islam dan termasuk amal yang baik. Dia memandang tradisi perayaan Maulid Nabi sebagai sebuah kegiatan yang dianjurkan (bid'ah hasanah) karena mengandung banyak kebaikan dan keberkahan, namun ia tidak dapat diwariskan dari para ulama salaf dalam tiga abad pertama Islam.

Menurutnya, perayaan Maulid Nabi dilakukan oleh umat Islam di berbagai kota besar sebagai bentuk kebahagiaan dan ekspresi syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, di mana mereka bersedekah, berbuat baik, dan membacakan shalawat untuk mendapatkan keberkahan.

6. Imam al-Qasthalani (w. 923 H)

Dalam kitabnya, al-Mawahib al-Ladunniyyah, menyatakan bahwa maulid mendatangkan keberkahan dan rahmat. Begini penjelasannya,

ولا زال أهل الإسلام يحتفلون بشهر مولده عليه الصلاة والسلام، ويعملون الولائم، ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات، ويظهرون السرور، ويزيدون في المبرات، ويعتنون بقراءة مولده الكريم، ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم. ومما جرب من خواصه أنه أمان في ذلك العام، وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام، فرحم الله امرأ اتخذ ليالي شهر مولده المبارك أعيادًا، ليكون أشد علة على من في قلبه مرض وأعيى داء.

Senantiasalah umat Islam merayakan maulid pada bulan kelahiran Rasulullah SAW dan mengadakan walimah dan bershadaqah pada malamnya dengan berbagai macam shadaqah dan memperlihatkan perasaan senang dan menambah kebaikan dan mementingkan membaca maulid Nabi yang mulia dan dhahirlah bagi mereka dari barakah maulid tersebut pada setiap tahun. Dan sebagian hal yang terbukti dari keistimewaan maulid adalah mendapatkan keamanan pada tahun tersebut dan mendapat kebahagian dengan hasil cita-cita. Maka semoga Allah memberikan Rahmat kepada orang yang menjadikan malam bulan kelahiran Nabi yang penuh barakah sebagai hari raya supaya menjadi obat yang kuat bagi orang yang memiliki penyakit di hatinya.

Maka sangat jelaslah bahwa Imam al-Qasthalani memuji perayaan maulid dan beliau tidak sedikitpun menyebutnya sebagai suatu acara bid`ah dhalalah, mubazir, sesat dll sebagaimana di vonis oleh kaum-kaum yang merasa diri mereka lebih mengerti sunnah Nabi dari pada ulama-ulama ahli hadits terdahulu.

Adapun ulama asal Nusantara juga ikut berpendapat tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad. Di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H)

Ulama besar Hijaz asal Banten, menulis dan mendukung tradisi maulid.

2. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1916 M)

Ulama yang terpapar paham salafi ini menjadi imam Masjidil Haram, juga tidak menentang maulid.

3. KH. Ahmad Dahlan (w. 1923 M) – pendiri Muhammadiyah

Awalnya memperingati maulid, meskipun Muhammadiyah kemudian lebih menekankan esensi cinta Nabi tanpa ritual khusus.

4. KH. Hasyim Asy’ari (w. 1947 M) – pendiri NU

Mendukung maulid sebagai sarana menumbuhkan kecintaan kepada Nabi ﷺ.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement