REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan ayat Alquran yang ada kaitannya dengan korupsi yang biasa dilakukan para pejabat dan penguasa. Dalam tafsirnya, Profesor Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah menerangkan bahwa korupsi termasuk perbuatan curang yang akan dibalas sesuai perbuatannya di akhirat nanti.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Wa mā kāna linabiyyin ay yagull(a), wa may yaglul ya'ti bimā galla yaumal-qiyāmah(ti), ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a).
Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi. (QS Ali Imran Ayat 161)
Tafsir Al-Azhar menerangkan bahwa di dalam ayat ini terdapat kalimat Yaghulla dan Yaghlul, yang kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata curang.
Di dalam kamus Arabi tersebut arti ghalla - yaghullu - ghallan, yaitu seseorang mengambil suatu barang, kemudian memasukkan barang itu dengan sembunyi-sembunyi ke dalam kumpulan barang-barang miliknya yang lain.
Kemudian dipakailah kalimat ini untuk orang yang mendapat harta rampasan perang (ghanimah), lalu sebelum barang itu dibagi dengan adil oleh Kepala Perang, telah lebih dahulu disembunyikannya ke dalam barang miliknya sendiri. Sehingga barang itu tidak masuk dalam pembahagian. Maka samalah keadaan itu dengan mencuri.
Karena menurut peraturan perang, harta rampasan itu dikumpulkan menjadi satu terlebih dahulu setelah perang. Baik besar ataupun kecil. Lalu oleh Kepala Perang barang itu dibagikan secara adilnya, walaupun menurut kebijaksanaan beliau barang yang didapat oleh si fulan diserahkan pula kepadanya, untuk dimilikinya sendiri. Tetapi yang terlebih dahulu hendaklah semuanya dijadikan hak Baitul-Maal. Maka orang yang bersikap curang main ghalul itu dipandang sebagai orang yang berkhianat.
Koruptor Tempatnya di Neraka
Buya Hamka saat menulis Tafsir Al-Azhar, pada masa itu digambarkan bahwa perbuatan korupsi masih merajalela dalam suatu negara. Sejak dari kepala negara sampai kepada menteri-menteri dan pejabat-pejabat tinggi telah ditulari oleh kecurangan korupsi.
Sehingga yang berkuasa hidup mewah dan mengumpulkan kekayaan negara untuk diri sendiri. Sedangkan rakyat banyak yang mati kelaparan, dan rakyat telah kurus-kering badannya.
Rakyat telah diperas dengan berbagai ragam pajak, tetapi mereka tidak merasakan nikmat hidup sedikit juga.
Pegawai-pegawai kecil yang gajinya hanya cukup untuk makan empat hari dalam sebulan dipaksa oleh keadaan itu berbuat korupsi juga.
Mereka terlambat datang ke kantor sebab lapar, lalu mencatut di luar. Mereka terlambat pulang, sebab masuk ke pasar terlebih dahulu mencari yang akan dimakan, sedang di dalam kantor mereka tidak bekerja sepenuhnya.
Merekapun telah mengorupsi waktu sebagai akibat yang pasti dari korupsi yang dilakukan atasannya. Negeripun bertambah lama bertambah hancur.
Maka di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini terdapatlah kepastian, bahwasanya kelak segala korupsi itu akan dihitung dan dinilai kembali pada hari kiamat.
Tidak ada orang yang akan teraniaya. Segala korupsi adalah salah, tetapi sebab-sebab timbul kesalahanpun akan masuk dalam pertimbangan, sehingga hukum yang dijatuhkan ada yang lebih berat dan ada yang lebih ringan.
Ayat selanjutnya menerangkan bahwa orang yang kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, tempatnya adalah (neraka) Jahanam. Jika perbuatan curang atau korusi itu suatu dosa yang membuat Allah murka maka akan dibalas dengan neraka.
"Orang-orang yang curang ini laksana 'kanker' perusak. Di dunia dia kena kutuk dari manusia dan di akhirat neraka tempatnya," tulis Buya Hamka dalam tafsirnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللّٰهِ كَمَنْۢ بَاۤءَ بِسَخَطٍ مِّنَ اللّٰهِ وَمَأْوٰىهُ جَهَنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Afamanittaba‘a riḍwānallāhi kamam bā'a bisakhaṭim minallāhi wa ma'wāhu jahannam(u), wa bi'sal-maṣīr(u),
Apakah orang yang mengikuti (jalan) rida Allah sama dengan orang yang kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya adalah (neraka) Jahanam? Itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS Āli Imran Ayat 162)