Jumat 01 Nov 2024 00:05 WIB

Naskah Khutbah Jumat: Hindari Pamer Maksiat di Media Sosial

Rasa malu dianggap sebagai salah satu indikator keimanan seseorang.

Ilustrasi. Naskah Khutbah Jumat: Hindari Pamer Maksiat di Media Sosial
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Ilustrasi. Naskah Khutbah Jumat: Hindari Pamer Maksiat di Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustadz Fatihunnada, Dosen Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Khutbah I

Baca Juga

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، اَلقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: وَلُوطاً إِذْ قالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعالَمِينَ.  أَإِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَما كانَ جَوابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَنْ قالُوا ائْتِنا بِعَذابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (العنكبوت: ٢٨-٢٩). وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Media sosial adalah fasilitas interaksi manusia di ruang terbuka yang menghubungkan seseorang dengan orang lain di waktu yang sama, meskipun dengan tempat yang jauh berbeda. Media sosial seharusnya berfungsi dan digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan interaksi jarak jauh, akan tetapi sering digunakan juga untuk tujuan yang negatif dengan menyebarkan konten tidak baik yang bermuatan maksiat seperti mempertontonkan aurat. Para konten kreator seakan bangga dan tidak merasa malu dengan perilaku tersebut.

Perilaku ini memang bukan hal yang baru dalam peradaban manusia. Dahulu kala, kaum nabi Luth juga telah melakukan perbuatan keji di ruang terbuka atau tempat perkumpulan mereka. Hal ini diabadikan oleh Allah swt dalam surat Al-‘Ankabut, ayat 28-29:

وَلُوطاً إِذْ قالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِها مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعالَمِينَ.  أَإِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَما كانَ جَوابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَنْ قالُوا ائْتِنا بِعَذابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Lut berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu di alam semesta. Pantaskah kamu mendatangi laki-laki (untuk melampiaskan syahwat), menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka, jawaban kaumnya tidak lain hanyalah mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah jika engkau termasuk orang-orang benar!”

Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qur’anil Azhim, juz 6, halaman 249 menjelaskan bahwa mereka tidak merasa malu untuk melakukan perbuatan dan ucapan keji di ruang terbuka atau tempat pertemuan karena tidak ada orang yang mengingkari hal tersebut, bahkan mereka saling mendukung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement