REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT menghendaki kebaikan untuk seseorang. Dalam sebuah hadits disebutkan:
حَدَّثَنَا أبو عبد الله الحافظ، أبو العباس محمد بن يعقوب، الربيع بن سليمان، عبد الله بن وهب، أنا سليمان بن بلال ، عن موسى بن عبيدة، عن محمد بن كعب القرظي، عن أنس بن ملك قال, قَالَ رَسُولُ اللهِ :
﴿ إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَـبْدٍ خَـيْراً، فَـقَّهَهُ فِى الدِّيْنَ، وَزَهَّـدَهُ فِى الدُّنْيَا، وَبَصَّـرَهُ عُـيُوبَه ﴾
Dari sahabat Anas bin Malik r.hu, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda,
“Jika, Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba. Maka, Dia membuatnya memahami dinul Islam, membuatnya zuhud terhadap dunia, dan Dia memperlihatkan untuknya aib-aibnya sendiri” (HR Baihaqi).
Buya H Muhammad Alfis Chaniago dalam Indeks Hadits dan Syarah II menjelaskan, bulamana Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang hamba, niscaya Allah memberinya petunjuk untuk dapat memahami agama. Karena, agama akan membawanya kepada kebaikan dunia dan akhirat.
Dan, niscaya Allah menjadikannya sebagai orang yang berzuhud terhadap duniawi karena dunia itu pasti lenyap.
Hal ini tidaklah heran mengingat pemahaman agamanya yang mendalam sehingga harta duniawi menurut pandangannya tiadalah artinya dibandingkan dengan pahala ukhrawi. Bila Allah memberinya rezeki yang banyak, ia sampai kepada tingkatan zahid, niscaya ia akan dapat melihat aib dan kekurangan-kekurangan pada dirinya. Lalu, segera bertaubat dan memperbaiki diri.
"Hadits ini menerangkan tentang keutamaan belajar agama, berzuhud terhadap masalah duniawi, dan memperbaiki diri dengan amal-amal saleh," tulis Buya Alfis.