Setelah menghancurkan berhala-berhala kecil, Nabi Ibrahim lantas meletakkan kapak di leher berhala paling besar tersebut. Harapannya, agar di saat kembali, mereka bertanya-tanya, “Siapa sebenarnya yang menghancurkan berhala-berhala ini. Mengapa engkau (berhala besar) tidak apa-apa dengan kapak bergantung di lehermu.”
Benar saja, begitu kembali ke tempat berhala, mereka melihat semua berhala itu telah porak-poranda kecuali satu berhala besar saja.
Akhirnya, mereka curiga bahwa Nabi Ibrahim-lah yang menghancurkannya. Sebab, hanya Nabi Ibrahim satu-satunya orang yang membenci aktivitas mereka saat itu. Perbincangan itu pun dicatat dalam Al-Quran:
قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ ، قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ
Artinya, “Mereka bertanya, ‘Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?’ Ibrahim menjawab, ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara,’” (Q.S. al-Anbiya [21]: 62-63).
Kendati apa yang dikatakan Nabi Ibrahim berbeda dengan yang diinginkan penanya, tetapi sesungguhnya beliau ingin menunjukkan kepada mereka bahwa berhala yang selama ini disembah tak bisa apa-apa. Buktinya, begitu berhala besar dituding sebagai penghancur berhala kecil di sekitarnya, mereka pun tak percaya. Di situlah Nabi Ibrahim ingin menunjukkan kebodohan mereka.
Baca halaman selanjutnya...