REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Semua umat Islam mengharapkan bisa mendapatkan malam lailatul qadar. Karena itu, mereka yang bersungguh-sungguh memperbanyak ibadah dalam 10 hari terakhir sebab diyakini menurut keterangan sejumlah hadis bahwa malam istimewa itu akan turun di antara 10 malam terakhir bulan ramadhan.
Tak ada yang mengetahui secara pasti kapan malam terbaik dari malam seribu bulan itu akan turun. Namun, menurut keterangan sejumlah hadis bahwa malam tersebut akan turun pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir ramadhan. Sebagaimana hadisSahih dari Aisyah mengatakan, "Rasulullah Saw iktikaf pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, dan beliau mengatakan, Carilah malam qadar itu di 10 malam terakhir Ramadhan." (Mutafaq 'Alaih, Al-lu'lu' wal Marjan no. 726).
Dan dari Abu Said bahwa Nabi Saw menemui mereka pada pagi ke-20, lalu beliau berkhotbah. Dalam khotbahnya beliau mengatakan:
"Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan atau lupa, maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam ganjil. Dalam riwayat lain carilah ia disetiap malam ganjil."
Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqih Puasa menjelaskan maksud dari malam ganjil pada hadis tersebut yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Namun, ada sebuah hadis yang menekankan untuk mencarinya pada tujuh hari terakhir bulan ramadhan.
Dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah Saw bermimpi tentang lailatul qadar di tujuh malam terakhir. Menanggapi mimpi itu, Rasulullah Saw bersabda, "Saya melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir. Karena itu, barangsiapa hendak mencarinya, maka hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir itu." (Mutafaq Alaih dari Ibnu Umar).
Pertanyaannya siapa dan apa ciri-ciri yang mendapatkan lailatul qadar?
Ahli tafsir Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya "Menjawab ?...1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui" menjelaskan tak ada bisa menebak secara jelas siapa orang yang mendapatkan lailatul qadar. Tetapi menurut Prof Quraish tanda yang paling jelas yakni orang tersebut mempunyai perubahan positif yang berkaitan dengan sikap dan perilaku keseharian.
Prof Quraish menjelaskan lailatul qadar dilukiskan sebagai salam kedamaian sampai terbitnya fajar. Dan ini menjadikan orang yang mendapatkannya hatinya dipenuhi dengan kedamaian dan ketenteraman. Sehingga hal tersebut mengantarkan orang yang meraih lailatul qadar dari ragu menjadi yakin, dari kebodohan kepada ilmu, khianat kepada amanat, riya' kepada ikhlas dan sombong kepada tahu diri.
Prof Quraish menambahkan malaikat-malaikat turun pada malam lailatul qadar. Karena itu mereka yang meraihnya, sikapnya akan selalu mengarah kepada kebaikan. Sebab di situ ada bimbingan dari malaikat. Tanda-tanda itu, kata Prof Quraish dapat dijadikan tanda bahwa seseorang mendapatkan lailatul qadar.
Sementara Yusuf Qardhawi masih dalam bukunya "Fiqih Puasa" merujuk kepada hadis Aisyah, "Apa pendapat Anda, wahai Rasulullah, seandainya aku menjumpai lailatul qadar? Apa yang aku ucapkan?"
Beliau menjawab, Ucapkanlah, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi Maaf, Engkau mencintai pemaafan, karena itu berikanlah maaf kepadaku" (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Aisyah).
Para ulama berbeda pendapat memaknai kata muwafaqah (menjumpai) dengan mengetahuinya, dan syarat mendapatkan pahala itu bersifat khusus dengan muwafaqah itu. Sementara ulama lain lebih memilih makna menjumpainya yakni ia datang dengan sendirinya meskipun tidak diketahui karena untuk mendapatkannya tidak disyaratkan harus melihat sesuatu pun, sebagaimana dikatakan Imam Thabari.
Pernyataan sebagian ulama itulah yang mensyaratkan melihat lailatul qadar menyebabkan banyak orang berkeyakinan adalah sebuah kekuatan dari cahaya yang dibuka untuk sebagian orang yang berbahagia dan tidak diberikan kepada yang lain. Karena itulah orang-orang lalu mengatakan bahwa Fulan telah mendapatkan lailatul qadar. Dan semua itu termasuk hal-hal yang tidak didasarkan kepada dalil yang jelas dari syariat.