Jumat 17 Nov 2023 09:11 WIB

Naskah Khutbah Jumat :Memperjuangkan Kemerdekaan Masjid Al Aqsa

Masjid Al Aqsa pernah dijadikan tempat sujud para nabi dan rasul.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Pemandangan masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem dengan jumlah pengunjung yang rendah karena pembatasan, 23 Oktober 2023.
Foto:

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah.

Kalau kita beriman kepada Allah, maka Allah-lah yang telah memilih Masjid al-Aqsa ini sebagai kiblat pertama umat Islam sejak kewajiban shalat lima waktu diwajibkan pada malam Isra-Mi’raj. Sampai 16-17 bulan setelah hijrah ke Madinah, umat Islam masih menghadap ke Bait al-Maqdis sebagai kiblat shalat. Apa tujuannya? Supaya umat Islam ini hatinya terikat dan tertambat dengan Masjid al-Aqsa, dan sejarah itu tertulis secara jelas di dalam Al-Quran al-Karim sehingga tidak bisa dihapus. Ayat itu akan terus dibaca oleh umat Islam sampai hari kiamat. Allah yang menjadikan Masjid al-Aqsa ini bersanding kesucian dan kesakralannya dengan Masjid al-Haram.

Kalau kita beriman kepada Allah, maka kita harus meyakini bahwa Masjid al-Aqsā itu milik umat Islam. Kalau kita beriman kepada para nabi dan rasul, maka ketahuilah bahwa sebanyak 18 nama dari 25 rasul yang disebut dalam Al-Quran itu lahir, tumbuh besar, berhijrah dan berdakwah di Bait al-Maqdis. Mereka semua adalah pemakmur, sebagai marbot-marbot Masjid al-Aqsha. Mulai dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa sebelum Rasulullah Muhammad U diutus oleh Allah di Mekah al-Mukarramah. Sebanyak 18 nabi dan rasul itu adalah sosok-sosok yang tinggal dan berdakwah di Bait al-Maqdis. Pekerjaan utama mereka adalah berdakwah, di samping juga menjadi pelayan atau marbot di Masjid al-Aqsa.

Kalau kita beriman kepada malaikat, ketahuilah bahwa Malaikat Jibril malaikat yang membawa wahyu kepada seluruh nabi dan rasul, yang penutupnya adalah nabi kita Muhammad disebut juga dengan ar-Rūh al-Quddus. Al-Quds itu Masjid al-Aqsha. Ar-Ruh al-Quddūs adalah gelar untuk Malaikat Jibril O satu-satunya. Dan Allah , memiliki sifat al-Quddūs. Maka, kurang apalagi dari Masjid al-Aqsha ini? Ada dimensi akidah, dimensi teologis di dalamnya.

Malaikat Jibril ar-Ruh al-Quddus inilah yang mengantarkan Nabi Muhammad pada malam Isra untuk berjumpa dengan seluruh nabi dan rasul di area Masjid al-Aqsha Kemudian mengantarkan Rasulullah dalam Mi’raj ke Sidrat al-Muntaha untuk menerima kewajiban shalat lima waktu. Kalau kita beriman kepada para malaikat, percaya kepada Malaikat Jibril, maka kita berkewajiban untuk menjaga dan melindungi Masjid al-Aqsha.

Jika kita adalah orang yang beriman kepada Kitab Suci, maka Alquran, Taurat, Injil, Zabur, semuanya menerangkan kemuliaan Masjid al-Aqshā` yang diberkahi oleh Allah. Dia disebutkan di dalam Al-Quran surat Maryam, surat Thahasurat al-Isra, disebutkan pula di dalam surat al-Baqarah, dan disebutkan di dalam kisah Nabi Yusuf  bersama ayahnya, Ya’qūb, di Bait al-Maqdis, tanah yang diberkahi oleh Allah.

Kalau kita percaya, beriman kepada hari akhirat, maka iman kita kepada hari akhirat tidak akan sempurna kalau kita tidak mensucikan Masjid al-Aqshā`. Mengapa? Karena rangkaian-rangkaian terjadinya hari kiamat nanti, terjadinya pengadilan Allah , di hari kiamat nanti, semuanya berlangsung di Bait al-Maqdis. Ketika Nabi SAW ditanya, “Ya Rasulullah, berikan kami fatwa tentang keutamaan Bait al-Maqdis.” Apa jawaban Rasulullah ? “Masjid al-Aqsh itu adalah negeri tempat kita semua, manusia, akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, mendapatkan pengadilan Allah, ketika manusia semua nanti akan dibangkitkan dari alam kuburnya, semua akan bergerak menuju Padang Mahsyar yang lokasinya ada di Masjid al-Aqshadan mereka akan melewati telaga Rasulullah Saw (yaitu Telaga al-Kautsar).”

Disebutkan oleh Baginda Nabi SAW, “Aku memiliki telaga di hari kiamat nanti. Telaga itu membentang di antara Ka’bah dan ujungnya di Baitul Maqdis. Telaga itu airnya putih seperti susu, cangkir-cangkirnya banyak, sebanyak bintang-bintang yang ada di langit. Yang bisa minum dari telaga ini adalah mereka yang setia kepada ajaran Allah dan Rasul-nya; mereka yang bertauhid kepada Allah dan Rasul-Nya; mereka yang senantiasa berpegang teguh kepada sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW dan tidak berpecah belah dalam urusan agama.”

Selanjutnya...

sumber : Buku Khutbah-Khutbah Penyucian Jiwa Bangsa, karya Fahmu Salim, Penerbit Al Fahmu Institut
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement