REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam Alquran, Allah secara tegas melarang umat Islam untuk menjadikan non-Muslim sebagai teman setianya, termasuk orang-orang Yahudi.
Dalam Alquran surah Al-Ma'idah ayat 51, Allah SWT berfirman:
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(-mu).215) Sebagian mereka menjadi teman setia bagi sebagian yang lain. Siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim."
Berdasarkan Tafsir Tahlili Kemenag, ada beberapa riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini. Antara lain ialah riwayat dari Ibnu Syaibah dan Ibnu Jarir dan Atiyah bin Sad menceritakan, bahwa ‘Ubadah bin Samit dari Bani Khazraj datang menghadap Rasulullah saw seraya berkata,
“Ya Rasulullah, saya ini orang yang mempunyai ikatan persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan merupakan kawan yang akrab sekali, bukan dengan beberapa orang saja, tapi dengan jumlah yang banyak. Saya ingin mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya dengan meninggalkan hubungan saya yang akrab selama ini dengan orang-orang Yahudi.”
Mendengar ucapan ‘Ubadah itu lalu Abdullah bin Ubay berkata, “Saya adalah orang penakut, saya takut kalau-kalau nanti mendapat bahaya dari orang-orang Yahudi bila hubungan yang akrab dengan mereka diputuskan.”
Maka Rasulullah SAW berkata kepada Abdullah bin Ubay, “Perasaan yang terkandung dalam hati mengenai hubungan orang-orang Yahudi dengan ‘Ubadah, biarlah untuk kau saja, bukan untuk orang lain.” Lalu Abdullah bin Ubay menjawab, “Kalau begitu, akan saya terima.”
Sementara itu, dalam kitab "Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayyil Qur’an", at-Thabari telah mendiskusikan beberapa riwayat yang berkaitan dengan konteks penurunan ayat ini.
Setelah mengutip kisah perdebatan Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay, kisah Abu Lubabah, dan kisah dua orang muslim yang pindah agama lantaran takut ditimpa kesusahan, at-Thabari mengatakan,
“Pendapat yang benar menurut kami ialah bahwa Allah SWT melarang seluruh orang beriman menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai penolong, sekutu, dan teman koalisi (setia) yang dapat merugikan orang mukmin lainnya. Allah SWT mengabarkan bagi siapa pun yang menjadikan mereka sebagai penolong, sekutu, dan teman setia, maka dia menjadi bagian dan berpihak pada mereka dalam hal melawan Allah SWT, Rasulullah SAW, dan orang mukmin. Dengan demikian, Allah dan Rasulullah tidak bertanggung jawab atas mereka."
Menurut at-Thabaru, tidak diragukan lagi bahwa ayat ini diturunkan dalam konteks orang munafik, yaitu mereka yang berkoalisi dengan Yahudi dan Nasrani karena takut ditimpa musibah dan kesusahan.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada ayat setelahnya, di mana Allah SWT berfirman:
Allah SWT berfirman:
فَتَرَى الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ يُّسَارِعُوْنَ فِيْهِمْ يَقُوْلُوْنَ نَخْشٰٓى اَنْ تُصِيْبَنَا دَاۤىِٕرَةٌ ۗفَعَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّأْتِيَ بِالْفَتْحِ اَوْ اَمْرٍ مِّنْ عِنْدِهٖ فَيُصْبِحُوْا عَلٰى مَآ اَسَرُّوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ نٰدِمِيْنَۗ
Artinya: "Maka, kamu akan melihat orang-orang yang hatinya berpenyakit (orang munafik) segera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata, “Kami takut akan tertimpa mara bahaya.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan dari sisi-Nya sehingga mereka menyesali apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka." (QS: Al-Ma'idah [5]:52)