Dalam ayat tersebut, Allah SWT mengaitkan masa senja orang tua dengan masa anaknya di waktu kecil. Keterkaitan ini menunjukkan, bahwa seorang anak yang orang tuanya sudah berusia senja, harus mengingat bagaimana perhatian dan pengasuhan yang diberikan orang tuanya itu kepada dirinya di masa kecil.
Seorang anak dituntut untuk membalas kebaikan ayah dan ibunya, karena orang tuanyalah, baik ayah maupun ibunya, yang telah berbuat baik dalam membesarkan dirinya hingga tumbuh dewasa.
Jika seorang anak yang telah diasuh dan dididik oleh orang tuanya hingga berhasil menjadi orang sukses, tetapi kemudian dia meninggalkan orang tuanya, membiarkan orang tua dalam keadaan sakit, kesepian dan terlantar, maka hal tersebut termasuk bentuk kemaksiatan terberat yang diancam Allah SWT dengan azab dunia sebelum datangnya azab akhirat.
Nabi Muhammad SAW pun telah bersabda mengenai hal tersebut dalam sebuah riwayat hadits, sebagaimana berikut ini:
يقول سيدنا رسول الله ﷺ: «كلُّ ذنوبٍ يؤخِرُ اللهُ منها ما شاءَ إلى يومِ القيامةِ إلَّا البَغيَ وعقوقَ الوالدَلدَينِ، أو قطيعةَ الرَّحمِ، يُعجِلُ لصاحبِها في الدُّنيا قبلَ المَوتِ». [أخرجه البخاري في الأدب المفرد]
"Allah ta'ala menunda (balasan) atas setiap dosa sesuai kehendak-Nya sampai Hari Kiamat, kecuali Al Baghi (zalim), durhaka kepada orang tuanya, dan memutus silaturahmi. Allah menyegerakan (balasan-Nya) di dunia sebelum kematian menjemput." (HR. Bukhari dalam Al Adab Al Mufrod)