Jumat 11 Aug 2023 16:32 WIB

Jika Kita Mati dalam Keadaan Cinta, Takut, Malu kepada Allah SWT

Yang dimaksud takut kepada Allah adalah rasa takut terhadap siksa-Nya.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Kubah masjid berlafaskan Allah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Kubah masjid berlafaskan Allah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam bukunya Nashaihul Ibad menjelaskan orang-orang yang mati dalam keadaan cinta, takut atau malu kepada Allah SWT. Penjelasan Syekh Nawawi al-Banteni ini dikutip dari firman Allah SWT kepada Rasul-Nya yakni Nabi Muhammad SAW.

"Barangsiapa yang menemui Aku dalam keadaan cinta kepada-Ku, maka ia akan Aku masukkan ke dalam surga-Ku. Barangsiapa yang menemui Aku dalam keadaan takut kepada-Ku, maka ia akan Aku jauhkan dari neraka-Ku. Barangsiapa yang menemui Aku dalam keadaan malu kepada-Ku, maka Aku akan jadikan malaikat pencatat amal lupa terhadap dosa-dosa orang itu."

Baca Juga

Dalam buku Nashaihul Ibad dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "cinta kepada Aku (Allah)" adalah rasa rindu untuk segera bertemu dengan Allah dan senang memperoleh pahala-Nya.

Sementara, yang dimaksud takut kepada Allah adalah rasa takut terhadap siksa-Nya. Sedangkan yang dimaksud malu kepada Allah adalah mati dalam keadaan membawa dosa (malu menghadap Allah dalam keadaan penuh dosa).

Arti dari menemui Allah di sini adalah meninggal dunia atau mati. Dilansir dari kitab Nashaihul Ibad yang diterjemahkan Abu Mujaddidul Islam Mafa dan diterbitkan Gitamedia Press, 2008.

Syekh Nawawi al-Banteni juga menukil pernyataan yang disampaikan Yahya bin Mu'adz Ar-Razi yang menjelaskan tiga hal pembawa keberuntungan setelah mati.

Yahya bin Mu'adz Ar-Razi adalah salah seorang penasihat yang terpercaya dan tidak diragukan lagi tentang makrifatnya. Beliau tinggal di Balqi selama satu tahun. Kemudian pindah ke Naisabur (saat ini bagian dari Provinsi Khorasan, Iran). Yahya bin Mu'adz Ar-Razi wafat di Naisabur pada tahun 258 Hijriyah.

"Sesungguhnya beruntung orang yang meninggal dunia sebelum dunia meninggalkannya, orang yang menyediakan kuburan sebelum dia memasukinya, dan orang yang mendapatkan ridho Allah sebelum dia menemui-Nya." (Nashaihul Ibad)

Yahya bin Mu'adz Ar-Razi pernah menyatakan, kebahagiaan bagi orang yang meninggalkan dunia (harta), sebelum dunia meninggalkannya. Artinya membelanjakan harta yang dimilikinya untuk kebaikan sebelum dia meninggal dunia atau sebelum dunia habis darinya. Misalnya hartanya habis karena dirampok, dan lain sebagainya.

Menyediakan kuburan sebelum memasukinya adalah dengan cara beramal dengan amalan-amalan yang dapat membahagiakannya di dalam kubur. Untuk mendapatkan ridha Allah SWT, dapat dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebelum mati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement