Oleh : Prof KH Asrorun Niam Sholeh Ketua MUI Bidang Fatwa
Hadirin Jamaah Jumu’ah rahimakumullah.
Setelah penyampaian syukur secara verbal, dalam bentuk dzikir dan kesadaran kebahabesaran Allah yang Maha Besar, tasyakkur harus dimanefstasikan dalam tindakan. Para syuhada dan founding fathers kita, telah mendedikasikan dirinya sebagai pahlawan untuk kemerdekaan Indonesia. Kepahlawanan yang ditorehkan para syuhada telah tercatat dengan tintas emas dalam lembaran sejarah bangsa, sebagai sosok syuhada dan pahlawan bangsa. Mereka tetap hidup di sanubari kita, meski fisiknya telah tiada.
Hari ini, kita dituntut untuk mencatatkan kepahlawanan itu. Kita menanam kebaikan dan kemaslahatan, yang buah manisnya akan dirasakan, puluhan hingga ratusan tahun ke depan. Hingga pada suatu waktu, saat ruh kita terpisah dengan jasad, para anak cucu kita menikmati buah amal kebaikan kita, yang terus mengalirkan kemaslahatan. Allah SWT memerintahkan kita untuk terus memperhatikan apa yang kita akan dedikasikan untuk kebaikan di masa yang akan datang. Sebagaimana diingatkan dalam QS al-Hasyr ayat 18:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hadirin Jamaah Jumu’ah rahimakumullah.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan sebagai wujud tasyakkur kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan menanamkan jiwa kepahlawanan untuk kamslahatan di masa depan; menanam kebaikan di tengah tantangan masyarakat yang terus berubah.
Pertama, melaksanakan jihad digital. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam perang menghadapi penjajah dengan persenjataan. Kini, medan perjuangan ada di dunia digital. Karenanya kita perlu memanfaatkan teknologi digital dengan positif untuk mempercepat lahirnya peradaban. Menghindarkan diri dari penyalahgunaan media digital untuk penyebaran hoax, ujaran kebencian, terlebih menebar fitnah dan kebohongan. Jika kita memperoleh sesuatu informasi, maka kita wajib untuk klarifikasi. Allah SWT memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi, sebagaimana firman-Nya dalam Surat al-Hujurat ayat 6:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جاءَكُمْ فاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلى ما فَعَلْتُمْ نادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6)
Setiap kita perlu menjadi mujahid digital, untuk memastikan seluruh konten digital berisi hal yang baik dan bermanfaat. Setiap konten yang kita produksi atau kita sebar lewat jemari kita adalah konten yang mempersaudarakan, bukan memecah belah; mendatangkan manfaat, bukan mafsadat, konten yang mengajak kebaikan, bukan mengejek dan menjelekkan, menjauhi prasangka, apalagi ghibah, fitnah, dan dusta. Allah SWT kembali mewanti-wanti kita dalam Surat al-Hujurat ayat 12:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (الحجرات : ١٢)
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat 49 : 12)
Dalam konteks ini, Nabi saw memerintahkan kita untuk bertutur kata yang baik, membuat meme yang baik, mengapload konten digital yang baik, serta menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah, sebagaimana sabdanya:
عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "من كان يؤمن بالله واليوم الآخر، فليقل خيرًا أو ليصمت .... " (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abi Hurairah ra dari Rasulullah saw beliau bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, menjaga kesepakatan nasional dengan mentaati aturan yang tidak bertentangan dengan syariat. Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial, dan budaya.
Berbagai skenario pelemahan eksistensi negara dilancarkan secara sistematis, misalnya dengan melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang secara jangka panjang akan memperlemah negara. Jihad konstitusi untuk memastikan tetap tegaknya NKRI dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap aturan yang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditolak, karena itu berarti membelokkan tujuan kemerdekaan Indonesia. Hal yang baik kita jaga dan kita pertahankan, sementara hal yang buruk kita koreksi dan kita perbaiki.
Tatanan masyarakat bangsa yang semakin terbuka meniscayakan terjadinya kontestasi dan perang pengaruh, di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Munculnya kampanye LGBT, perkawinan sesama jenis, perkawinan beda agama, penodaan agama atas nama kebebasan. Di bidang ekonomi, muncul tantangan liberalisme ekonomi yang mengancam prinsip keadilan. Terkait dengan hal ini, perlu jihad konstitusi dalam upaya memperkokoh kedaulatan bangsa dan negara.
Baca juga: Upaya Para Nabi Palsu Membuat Alquran Tandingan, Ada Ayat Gajah dan Bulu
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada hakekatnya adalah wujud perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Hal itu ditempuh melalui serangkaian perjuangan panjang yang dilakukan oleh para pejuang, terutama para ulama dan syuhada.
Perjuangan tersebut dilakukan demi mengikhtiarkan terwujudnya tata aturan yang menjamin terpeliharanya keluhuran agama serta kesejahteraan bagi penduduk negara-bangsa ini. Karenanya kita memiliki kewajiban untuk menjaga komitmen dan kesepakatan tersebut, sebagaimana tuntunan baginda Nabi Muhammad saw:
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: المسلمون على شروطهم (رواه أبو داود والحاكم)
“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: Setiap Muslim terikat atas syarat-syarat (yang telah disepakati).” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim)