REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ajaran Islam sangat memperhatikan kebersihan, kesucian, dan kesehatan. Karena itu, salah satu ajaran Islam adalah berkhitan. Menurut Imam al-Mawardi, khitan bagi seorang laki-laki adalah memotong kulit yang membungkus pada kulup.
Terdapat perbedaan pendapat Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Syafii, tentang dalil-dalil yang menguatkan tentang hukum khitan baik merujuk kepada Alquran dan hadits.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum berakhiran. Imam Syafii berpendapat bahwa khitan merupakan sesuatu hal yang wajib bagi laki-laki dan perempuan.
Kemudian Imam Nawawi menegesakan pendapat Imam Syafii bahwa ini adalah pendapat sahih (benar) dan masyhur dan ditetapkan Imam Syafii.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang yang tidak berkhitan tidak diterima sholatnya dan tidak boleh dimakan sembelihannya.
Imam Hanbal mengatakan bahwa Abu Abdillah berkata, “Orang yang tidak berkhitan tidak boleh menyembelih, tidak dimakan sembelihannya dan tidak sah sholatnya.”
Menurut Imam Hanbali yang dikutip Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mugni menghukumi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan, akan tetapi sunnah dan merupakan kemulian saja.
Baca juga: Masuk Islam, Zilla Fatu Putra Umaga Pegulat WWE Ini Beberkan Alasannya yang Mengejutkan
Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan yang lainnya mengatakan bahwa khitan dihukumi sunnah karena ada dalil yang menguatkan pendapat tersebut seperti dalam kitab Musnad Ahmad bab Awwalu Musnas Al-Basyori Hadits Usamah Al-Hundaly.
Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya Islam wa Adillatu menyatakan khitan bagi perempuan adalah suatu kemulian jika dilaksanakan, dianjurkan untuk tidak berlebihan agar tidak kehilangan kenikmatan seksual.
Beliau juga mengatakan mengenai pendapat mazhab sama yaitu, khitan perempuan hukumnya makruh sedangkan laki-laki hukumnya sunnah.
Dalam kitab al-Mughni Syarh al-Kabir karya al-Maqdisi itu ditegaskan bahwa hukum khitan wajib bagi laki-laki dan makruh bagi perempuan, tidak wajib atas mereka.