Senin 08 May 2023 12:55 WIB

Tafsir Surah Al Kafirun Ayat 6: Bagiku Agamaku?

Surah Al Kafirun membicarakan tentang toleransi antarumat beragama

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
Seorang Jamaah membaca Alquran
Foto: Republika
Seorang Jamaah membaca Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surah al-Kafirun ayat 6 mengulas tentang ketauhidan. Hal ini dijelaskan oleh ulama tafsir Siddiq Hasan Khan Al Qonuji dalam kitab tafsirnya, Fathul Bayan fii Maqasid Al Qur'an.

"Untukmu agamamu dan untukkulah agamaku" (QS al-Kafirun ayat 6).

Baca Juga

Dalam penjelasan Siddiq Hasan Khan Al Qonuji, lafadz 'lakum diinukum' yang memiliki arti 'untukmu agamamu', melanjutkan penegasan atas ayat sebelumnya, yakni ayat 2 dan ayat 4 surah al-Kafirun.

"Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah" (QS Al Kafirun ayat 2).

"Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah" (QS al-Kafirun ayat 4).

Sementara, lafadz 'waliyadiin' yang memiliki arti 'untukkulah agamaku' adalah penegasan dari ayat sebelumnya, yaitu ayat 5 surah al-Kafirun: "Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah."

Siddiq Hasan melanjutkan penjelasan terhadap ayat 6 Al-Kafirun, bahwa jika seseorang secara sukarela menerima agama yang dianutnya dan kemusyrikannya, Muslim pun demikian, yakni secara sukarela menerima agama Islam dan keesaan Allah.

Hal itu sebagaimana firman Allah SWT, "...bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu..." (QS al-Qasas ayat 55).

Maksudnya, demikian pemaparan Siddiq Hasan, agama orang musyrik hanyalah untuk mereka dan tidak meliputi umat Muslim sebagaimana yang diharapkan orang-orang musyrik.

Begitu pun Islam, yang mengandung tauhid, hanyalah untuk umat Muslim dan tidak meliputi orang-orang musyrik.

Siddiq menafsirkan 'lakum' dengan 'al jazaa' yang berarti ganjaran atau balasan. Karena agama adalah ganjaran. Untuk itu, ada ganjaran bagi orang-orang musyrik dan juga bagi umat Muslim.

Ayat 6 surah Al-Kafirun bukan ayat pedang dan tidak teranulir atau dimansukh dengan ayat pedang (ayat yang menyerukan peperangan). Sebab, ayat 6 tersebut membawa kabar, dan kabar bukan termasuk yang dimansukh.

Al Hafiz Ibn Al Qayyim, sebagaimana dinukil oleh Siddiq Hasan, menyampaikan bahwa sebagian orang membuat kesalahan dengan menyebut ayat 6 Al Kafirun itu dibatalkan dengan ayat pedang, karena mereka meyakini ayat 6 tersebut adalah ayat yang mewajibkan penegasan agamanya. Sebagian lain berpendapat bahwa ayat 6 Al Kafirun itu mengacu pada orang yang menegaskan agamanya, yang dalam hal ini ialah Ahli Kitab.

Dua pendapat tersebut, demikian penjelasan Ibn Al Qayyim, adalah keliru. Karena itu, tidak ada pembatalan atas ayat 6 Al Kafirun. Ayat ini merupakan ketetapan umum yang nashnya terjaga, dan Al Kafirun adalah salah satu surat yang tidak mungkin dibatalkan atau dimansukh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement