Rabu 05 Apr 2023 04:00 WIB

Hati-Hati Memanfaatkan Harta Mubah, Bisa Diadili di Akhirat 

Dalam Kitab Minhajul Abidin, mubah secara garis besar terbagi dalam tiga kategori.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Harta. Hati-Hati Memanfaatkan Harta Mubah, Bisa Diadili di Akhirat 
Foto: Pixabay
Ilustrasi Harta. Hati-Hati Memanfaatkan Harta Mubah, Bisa Diadili di Akhirat 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin menjelaskan mengenai sesuatu yang mubah (boleh/ halal) dan bagaimana batas atau cara memanfaatkan sesuatu yang mubah.

Sebab, menurut Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali yang dikenal sebagai Imam Al-Ghazali ini, sesuatu yang mubah harus dimanfaatkan dengan cara yang baik dan benar agar tidak terkena hukuman di akhirat kelak.

Baca Juga

Dalam Kitab Minhajul Abidin dijelaskan mubah itu secara garis besar terbagi dalam tiga kategori.

Pertama, mubah yang dimanfaatkan untuk bermegah-megahan, menumpuk kekayaan dan memamerkannya kepada orang lain (riya atau sombong). Ini jelas perbuatan munkar dan dosa. Di akhirat kelak para pelakunya akan ditahan lama untuk ditanyai oleh Allah SWT tentang perbuatannya itu dan akan dipermalukan di depan makhluk-makhluk Allah lainnya.

Allah SWT berfirman

ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Surat Al-Hadid Ayat 20)

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa mencari harta dunia secara halal untuk tujuan berbangga-bangga, saling bersaing, memperbanyaknya untuk bermegah-megahan dan pamer. Maka ia akan menjumpai Allah Ta'ala dalam keadaan dimurkai oleh-Nya."

Ancaman itu merupakan peringatan keras terhadap mereka yang hatinya memang berniat mencari dunia untuk bermegah-megahan dan pamer.

Kedua, harta yang mubah jika dimanfaatkan demi memenuhi kesenangan nafsunya saja, ini juga perbuatan buruk yang akan membuatnya lama tertahan dalam proses pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat At-Takatsur Ayat 8.

ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ

Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (Surat At-Takatsur Ayat 8)

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Terhadap yang halal juga dikenai perhitungan (hisab)."

Ketiga, seorang yang mengambil dari yang mubah di dunia hanya seperlunya saja dan untuk kepentingan ibadah serta ketaatan kepada Allah semata, cara ini tentu sangat baik dan amat dihargai oleh Allah SWT. Maka pelakunya tidak akan dihisab dan disiksa atas perbuatannya itu. Bahkan ia mendapatkan pahala serta pujian dari Allah SWT.

Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah Ayat 202.

أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ

Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Surat Al Baqarah Ayat 202)

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mencari dunia secara halal untuk menjaga diri dari meminta-minta, untuk mengasihi tetangganya, dan berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Maka ia akan muncul pada hari kiamat kelak dengan wajah berseri bak rembulan di bulan purnama."

Hal itu dikarenakan niat baik amalnya untuk sesuatu yang terpuji dan untuk menggapai ridha Allah Ta'ala. Maka beramallah dengan amalan seperti itu. Hal ini dijelaskan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin yang diterjemahkan Abu Hamas As-Sasaky dan diterbitkan Khatulistiwa Press 2013. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement