Ahad 11 Dec 2022 08:37 WIB

4 Cobaan dalam Surat Al-Kahfi yang Menjadi Pelajaran Sepanjang Masa

Terdapat empat kisah cobaan umat terdahulu yang terdapat dalam surat Al-Kahfi

Ilustrasi surat Al-Kahfi. Terdapat empat kisah cobaan umat terdahulu yang terdapat dalam surat Al-Kahfi
Foto: Infografis Republika
Ilustrasi surat Al-Kahfi. Terdapat empat kisah cobaan umat terdahulu yang terdapat dalam surat Al-Kahfi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Surat Al-Kahfi (gua) mengandung empat kisah yang masing-masing menggambarkan fitnah (ujian). 

Pertama, kisah Ashabul Kahfi sebagai representasi fitnah iman. Yakni, tentang sekelompok anak muda yang berjuang menjaga imannya dan mengajak orang lain agar beriman kepada Allah SWT. 

Baca Juga

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

“Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran." (QS Al-Kahfi ayat 14).  

Namun, perjuangan dakwah kepada tauhid ini menyebabkan mereka diancam oleh kaumnya. Karena itu, mereka diperintahkan agar bersembunyi dalam gua "fa'wuu ilal kahfi" (QS 18: 16). 

Secara lahir di dalam gua tidak ada kehidupan, tetapi karena itu perintah-Nya, Allah SWT menjaminkan memberikan segala kebutuhan yang diperlukan selama di dalamnya.

Beberapa fasilitas yang Allah SWT sediakan di dalam gua tersebut adalah ditebarkannya rahmat Allah SWT berupa penjagaan terhadap badan dan imannya serta segala kebutuhannya. 

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا

“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS Al-Kahfi ayat 16).  

Cahaya matahari juga dibuat tidak langsung menyerang tubuh mereka supaya tidak rusak (QS 18: 17). 

Mata mereka dibuat terbelalak seperti terjaga, padahal mereka tidur "wa tahsabuhum ayqaahzaw wahum ruquud". Lebih dari itu, Allah membolak-balik tubuhnya ke kiri dan ke kanan supaya tidak lembab karena menempel dengan tanah "wa nuqallibuhum dzaatal yamiin wa dzzatasysyimaal". (QS 18: 18).

Berikutnya kisah dua orang pemilik kebun seba gai representasi fitnah harta. Satunya menzalimi diri sendiri "wa huwa zhaalimun linafsihii", terlena dengan kekayaannya sehingga dia bersikap sombong dan meyakini bahwa dirinya dengan harta sebanyak itu tidak akan mati selamanya "maa azhunnu an tabiida haadzhii abadaa". 

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا “Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,” (QS Al-Kahfi ayat 35).   

Sementara satunya berhasil menginfakkan hartanya dalam kebaikan. Ia menasihati saudara nya agar segera menyadari bahwa perbuatannya itu salah. 

Namun, nasihat tersebut ditolak. Allah SWT segera menurunkan azab, seketika kebun-kebun itu musnah dan tidak tersisa sama sekali "wa uhiitha bitsamarihii fa ashbaha yuqallibu kaffaihi". (QS 18: 42).

Lalu, kisah Nabi Musa dan Khidir alaihimassalam, sebagai representasi atas fitnah ilmu. Saat itu, Nabi Musa merasa bahwa dirinyalah yang paling alim di muka bumi. 

Allah SWT memberikan pelajaran dengan menunjukkan kepada Nabi Musa bahwa ada orang yang lebih alim darinya, yaitu Khidir. 

Nabi Musa alaihissalam diperintahkan agar belajar darinya. Khidir menunjukkan beberapa sikap yang Nabi Musa tidak bisa memahaminya: tentang perahu yang dirusak, anak yang dibunuh, dan bangunan yang diperbaiki. 

Sampai akhirnya Khidir menjelaskan maksud semua sikap tersebut secara terperinci. Itulah ilmu takdir yang belum diketahui Nabi Musa. Terakhir kisah Dzulqarnain, seorang penguasa dunia, sebagai reperesentasi fitnah kekuasaan.

Namun, Dzulqarnain, tidak terlena dengan kekuasaan yang dimilikinya. Malah sebaliknya ia berhasil menggunakannya untuk berdakwah kepada tauhid, menegakkan hukum seadil-adilnya, dan melindungi rakyatnya dari kezaliman orang-orang bejat, yaitu Yajuj dan Majuj (QS 18: 83-98).

 

*Naskah Dr Amir Faishol Fath MA, pendiri Yayasan Fath Qur’ani Center dan Lembaga Darut Tafsir Fath Institute, tayang di Harian Republika. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement