REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dalam Alquran, Allah SWT mengingatkan kepada Nabi Daud agar menjadi penegak hukum yang tidak mengikuti hawa nafsu. Hal ini dijelaskan dalam Surat Sad Ayat 26 dan tafsirnya.
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ ࣖ
(Allah berfirman,) "Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan." (QS Sad: 26)
Pada ayat ini, menurut Tafsir Kementerian Agama, Allah menjelaskan pengangkatan Nabi Daud sebagai penguasa dan penegak hukum di kalangan rakyatnya. Allah menyatakan Dia mengangkat Nabi Daud sebagai penguasa yang memerintah kaumnya.
Pengertian penguasa diungkapkan dengan khalifah, yang artinya pengganti adalah sebagai isyarat agar Nabi Daud dalam menjalankan kekuasaannya selalu dihiasi dengan sopan-santun yang baik, yang diridhai Allah, dan dalam melaksanakan peraturan hendaknya berpedoman kepada hidayah Allah.
Dengan demikian, sifat-sifat khalifah Allah tercermin pada diri pribadi Nabi Daud. Rakyatnya pun tentu akan menaati segala peraturannya dan tingkah lakunya yang patut diteladani. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Dia menyuruh Nabi Daud agar memberi keputusan terhadap perkara yang terjadi antara manusia dengan keputusan yang adil dengan berpedoman pada wahyu yang diturunkan kepadanya.