Selasa 21 Jun 2022 11:54 WIB

Jadikan Agama Sebagai Sumber Kebahagiaan.

Agama seharusnya dipandang sebagai hal yang membahagiakan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
Jadikan Agama Sebagai Sumber Kebahagiaan. Foto:   Alquran (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Jadikan Agama Sebagai Sumber Kebahagiaan. Foto: Alquran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Ngaji Tafsir Alquran. Kali ini, menghadirkan KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dan Tuan Guru Bajang (TGB) Muh Zainul Majdi.

Dalam sambutannya, Rektor UII, Prof Fathul Wahid mengatakan, agama seharusnya dipandang sebagai hal yang membahagiakan, bukan menjelma jadi hal menakutkan, apalagi membahayakan. Karenanya, penting melantangkan pesan-pesan kegembiraan.

Baca Juga

"Karena kalau kita beragama dengan gembira insya Allah kita akan lebih mudah dalam menjalankan syariat Allah," kata Fathul di Auditorium Prof. Abdulkahar Mudzakkir, Kampus Terpadu UII, Senin (20/6/2022).

Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII, Drs Suwarsono, mengutarakan kegelisahannya tentang polemik yang menimpa umat Islam zaman ini. Saat kuat daya saing berbagai negara menguasai pasar dunia, negara-negara Islam justru membeku.

"Seolah kurang antusias untuk berpartisipasi menyaingi negara negara adidaya," ujar Suwarsono.

Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran, Gus Baha, menceritakan kisah dalam Alquran tentang pertemuan sakral Nabi Musa dengan Allah SWT. Yang mana, Allah SWT diceritakan bertanya kepada Nabi Musa perihal barang yang dibawa olehnya.

Ia menilai, kejadian itu memiliki maksud agar Nabi Musa merasa damai dan bahagia saat bertemu dengan Allah SWT. Menurut banyak pakar analis, apa yang Allah SWT lakukan menghilangkan rasa grogi Musa, sehingga bertanya yang ringan-ringan.

Dewan Penasehat Pusat Studi Tafsir Alquran dan Hadis UII ini berpendapat, tiap orang memiliki ciri khas sendiri dalam menyukai sesuatu. Misal, dalam mencintai Nabi Muhammad SAW, sahabat-sahabat mencintai nabi dengan cara yang berbeda-beda.

Ada sahabat yang selalu ingin dekat nabi, tahu kegiatan sehari-hari nabi, bahkan tahu lekukan wajah nabi. Tapi, ada yang jarang bertemu nabi, bahkan tidak pernah bertemu nabi dengan alasan takut mengganggu atau selalu menundukkan kepalanya.

"Jadi, agama nggak perlu repot-repot, setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam mencintai sesuatu, jangan mengira satu bentuk kebahagiaan itu dibentuk dalam satu versi saja," kata Baha.

Ketua Umum PB Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah, TGB menuturkan, kehadiran Islam di tengah masyarakat itu tidak lain guna memberikan kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Bukti dari kebahagiaan itu tidak lain adalah turunnya Al Quran.

Tapi, melihat dari fenomena sosial yang ada, tidak sedikit dari kaum Muslim yang membuat agama seolah-olah dibungkus menjadi suatu dogma yang menyulitkan. Hal ini yang menjadikan agama terlihat kurang relevan di tengah masyarakat kita.

Tanpa sadar kita menyulitkan hidup dalam bentuk agama, seolah agama menyulitkan. Padahal, jika merasa tidak nyaman dengan keislaman kita, maka bukan salah agama ataupun Alquran melainkan kekeliruan dari kita sendiri dalam beragama.

"Ulama mengatakan ada istilah agama dibalik-balik, fardhu kifayah dan fardhu ain ditinggalkan, justru hal-hal yang diboleh-bolehkan yang dipersoalkan bahkan dibahas habis-habisan," ujar Gubernur Nusa Tenggara Barat periode 2008-2018 itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement