Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.
Ramadhan adalah syahrusy syukri (bulan syukur). Dinamakan Ramadhan dengan bulan syukur, karena Ramadhan mengajarkan kita untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas segala nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada kita yang sangat banyak, baik nikmat yang kita ketahui maupun tidak, yang kita sadari maupun tidak.
Allah ta’ala berfirman, “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah niscaya kamu tidak akan mampu menghtungnya.” (An-Nahl: 18)
Nikmat yang paling besar dalam kehidupan ini adalah nikmat iman dan Islam. Maka sudah sepatutnya, bahkan wajib, bagi orang yang mendapatkan nikmat ini yaitu seorang muslim atau mukmin untuk mensyukurinya dengan menjalankan segala perintah Allah ta’ala dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Allah ta’ala memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya untuk menguji mereka apakah bersyukur atau tidak.
Allah ta’ala berfirman, “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya..” (Al-Mulk: 2)
Allah ta’ala juga berfirman ketika menukilkan perkataan Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an, “ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.” An-Naml: 40).
Ramadhan Nikmat Allah Yang Besar
Di antara nikmat Allah ta’ala yang besar adalah dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang memiliki banyak keutamaan seperti bulan keberkahan (bulan yang dilipatgandakan pahala), bulan pengampunan, bulan taqwa, bulan pembebasan dari api neraka, bulan rahmat, dan sebagainya.
Kita patut bergembira dan bersyukur dengan dipertemukan dengan bulan Ramadhan tahun ini. Ini nikmat yang besar yang Allah ta’ala berikan kepada kita yang wajib kita syukuri setiap waktu. Maka bersyukurlah kepada Allah ta’ala atas nikmat-Nya ini.
Di bulan ini, kita wajib bergembira dan bersyukur dengan melakukan kewajiban puasa, tadarus Al-Qur’an, memperbanyak ibadah-ibadah sunnat khususnya shalat tarawih dan witir dan amal shalih khususnya infaq atau sedekah, memberi makan sahur, memberi bukaan puasa dan lainnya.
Selain itu, kita wajib bersyukur dengan cara meninggalkan segala maksiat baik berupa maksiat hati, ucapan maupun perbuatan di setiap waktu khususnya di bulan Ramadhan sebagai bulan suci dan bulan taqwa.
Rasulullah saw bersabda, “Pada bulan Ramadhan pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu surga dibuka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Kemudian ada seorang malaikat penyeru yang memanggil: “Wahai pencari kebaikan, “bergembiralah!” dan wahai para pencari kejahatan, “berhentilah!” sampai bulan Ramadhan berakhir.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).
Bersyukurlah kita dipertemukan dengan Ramadhan kali ini. Berapa banyak saudara kita termasuk keluarga yang kita cintai yang ingin dan berharap bertemu dengan bulan Ramadhan kali ini agar dapat melakukan ibadah puasa, tadarus Al-Qur’an, shalat tarawih dan witir, namun Allah ta’ala tidak mengizinkannya karena telah memanggilnya terlebih dahulu sebelum kedatangan Ramadhan.
Begitu pula berapa banyak orang sakit di bulan Ramadhan ini termasuk keluarga dan saudara-saudara yang kita cintai, sehingga mereka tidak bisa menjalankan ibadah puasa, tadarus Al-Qur’an, shalat Tarawih dan witir di bulan Ramadhan kali ini.
Ramadhan yang lalu, mereka masih bisa berpuasa, bertadarus Al-Qur’an, shalat Tarawih dan Witir bersama kita. Namun hari ini mereka tidak bisa melakukan ibadah tersebut karena telah meninggal dunia atau sakit. Jadi, kita termasuk hamba-hamba Allah ta’ala yang terpilih untuk bertemu dengan Ramadhan kali ini.
Maka bersyukurlah kita dengan dipertemukan dengan Ramadhan tahun ini. Ternyata Allah masih sayang kepada kita. Bisa jadi, Allah ta’ala mempertemukan kita dengan Ramadhan ini karena masih banyak kekurangan dan kelalaian kita kita dalam beribadah dan beranal shalih pada Ramadhan tahun lalu.
Ramadhan tahun ini merupakan kesempatan kita yang diberikan oleh Allah ta’ala untuk memperbaikinya kekurangan tersebut sehingga kita dapat meraih berbagai keutamaan Ramadhan. Oleh karena itu, Allah ta’ala telah mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun ini.
Ramadhan tahun ini momentum yang tepat untuk kita memperbaiki segala kekurangan dan kelalaian kita dalam beribadah dan beramal shalih di bulan Ramadhan tahun lalu, baik disebabkan karena malas, sibuk urusan dunia maupun karena sakit.
Pada Ramadhan tahun ini, kita diberi peluang oleh Allah ta’ala untuk melakukan ibadah dan amal shalih secara optimal dan benar (sesuai dengan sunnah Nabi saw),
agar kita dapat meraih berbagai keutamaan Ramadhan yang disediakan oleh Allah ta’ala di bulan Ramadhan tahun ini.
Allah ta’ala memerintahkan kita untuk bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada kita semua sebagai hamba-hamba-Nya.
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang memerintahkan hal itu. Di antaranya:
Allah ta’ala berfirman, “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepadaKu.” (Al-Baqarah: 152)
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Ibrahim: 7).
Allah ta’ala berfirman, “Dan penutup doa mereka adalah alhamdulillahi rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam) (Yunus: 10)
Allah ta’ala berfirman, “Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah”. (Al-Isra’: 11)
Rasulullah saw bersabda, “Semua perkara penting yang tidak dimulai dengan alhamdulillah, maka ia terputus”. (HR. Abu Daud dan lainnya).
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang makan sekali lalu dia memuji-Nya atasnya, minum sekali lalu memuji-Nya atasnya.” (HR. Muslim)
Dari Aisyah -radhiyallahu ‘anha- bahwa dahulunya Nabi saw shalat malam sampai kedua kakinya bengkak. Aku pun bertanya kepadanya, “Kenapa engkau lakukan sampai seperti ini wahai Rasulullah, padahal telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Tidakkah bolehkah aku senang bila menjadi hamba yang bersyukur!”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Rasulullah saw adalah seorang hamba Allah yang selalu bersyukur kepada Allah ta’ala. Beliau telah mengajarkan dan memberikan contoh teladan kepada umatnya bagaimana bersyukur kepada Allah yaitu dengan memperbanyak ibadah dan amal shalih kepada Allah ta’ala, serta meninggalkan maksiat. Meskipun dosa-dosa beliau telah diampuni oleh Allah ta’ala dan dijamin masuk surga, namun beliau tetap menjadi hamba yang bersyukur.
Orang yang tidak bersyukur berarti ia tidak mengingat Allah ta’ala. Dengan kata lain, orang yang melupakan Allah ta’ala. Orang seperti ini dikecam oleh Allah ta’ala. Maka hukumnya haram.
Allah ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr: 19).
Selain itu, orang yang tidak bersyukur berarti orang yang kufur kepada nikmat Allah. Allah swt mengancamnya dengan azab yang pedih. Maka hukumnya haram.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Ibrahim: 7).
Allah ta’ala mengecam orang-orang yang ingkar nikmat dengan firman-Nya yang diulang-ulang di berbagai ayat dalam surat Ar-Rahman, “Maka nikmat tuhanu yang manakah yang kamu dustakan?”
Bahkan Allah ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengatakan atau menceritakan nikmat-Nya kepada orang lain dalam tujuan bersyukur kepada Allah. Hal ini sebagai bagian dari ungkapan rasa syukur kepada Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).” (Adh-Dhuha: 11).
Jadi, nikmat Allah ta’ala berikan kepada kita tidak boleh disimpan atau disembunyikan, apalagi diingkari. Nikmat ini harus dibicarakan dan disampaikan kepada orang lain untuk bersyukur kepada Allah ta’ala.
Banyak keutamaan orang yang bersyukur. Di antaranya:
Pertama: Ditambahkan nikmat oleh Allah ta’ala. Orang yang bersyukur kepada Allah ta’ala atas nikmat Allah ta’ala berikan kepadanya, maka Allah ta’ala akan menambahkan nikmatnya kepadanya. Allah ta’ala berfirman: “Sungguh jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambahkan (nikmat) untuk kalian.” (Ibrahim: 7).
Kedua: Allah akan mengingatnya dengan memberi petunjuk dan menjaganya. Orang yang bersyukur kepada Allah ta’ala berarti orang yang mengingat-Nya. Orang mengingat Allah, maka pasti Allah ta’ala pastimengingatnya. Bila Allah ta’ala mengingatnya, maka pasti dia diberi petunjuk dan dijaga oleh-Nya.
Allah ta’ala berfirman, “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.” (Al-Baqarah: 152)
Ketiga: Allah ta’ala memberikan pengampunan dan pahala yang besar bagi orang yang mengingat-Nya. Ini keutamaan orang yang bersyukur, karena ia mengingat Allah ta’ala dalam syukurnya.
Allah ta”ala berfirman, ” …Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besat.” (Al-Ahzab: 35).
Keempat: Mendapat kebaikan untuk diri sendiri. Orang yang bersyukur kepada Allah hakikatnya bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri.
Allah ta’ala berfirman mengenai perkataan Nabi Sulainan ‘alaihissalan, “Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia. (An-Naml: 40).
Sebagai penutup, mari kita manfaatkan momentum Ramadhan ini untuk bersyukur atas segala nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada kita, termasuk nikmat dipertemukan dengan bulan Ramadhan dengan melakukan berbagai ketaatan (ibadah) dan meninggalkan kemaksiatan.
Melalui Ramadhan ini, mari kita belajar menjadi orang yang selalu mensyukuri nikmat sebagaimana diperintahkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Mari kita menjadi hamba yang bersyukur kepada Rabbnya.
Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah ta’ala untuk menjadi hamba-Nya yang bersyukur dan dapat meraih berbagai keutamaan syukur dan bulan Ramadhan. Aamin…!
Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA., Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh