Kamis 22 Aug 2024 21:25 WIB

Hadits Nabi SAW: Mengapa 'Melawan' Pemimpin Zalim adalah Jihad Paling Mulia?

Dampak pemimpin zalim sangat merusak tatanan masyarakat

Massa aksi dari berbagai elemen masyarakat menggelar unjuk rasa di  kawasan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap sebagai ancaman terhadap demokrasi. Aksi tersebut berlangsung hingga pukul 19.00 WIB sebelum dibubarkan personel Kepolisian.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi dari berbagai elemen masyarakat menggelar unjuk rasa di kawasan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap sebagai ancaman terhadap demokrasi. Aksi tersebut berlangsung hingga pukul 19.00 WIB sebelum dibubarkan personel Kepolisian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rasulullah SAW menjelaskan tentang salah satu amalan baik yang agung dari jihad. Amalan tersebut adalah amar maruf nahi mungkar. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عن أبي سعيد الخدري أن النبي صلى الله عليه وسلم قال إن من أعظم الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر

Baca Juga

Dari Abu Said Al Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jihad yang paling agung adalah kalimat adil terhadap pemimpin yang zalim.” (HR Tirmidzi). Dalam riwayat lain menggunakan kata kalimat yang haq (kalimatu haqqin) dan kata amirin (pemimpin) menggantikan kata sulthan.

Makna jihad dalam hadits ini adalah amar makruf nahi munkar dan ibadah-ibadah lainnya dengan lisan. Perkataan yang benar, perkataan yang dilakukan dengan lisan. Ini bukan berarti menentang para pemimpin, tetapi menasihati mereka, sebagaimana sabda RasulullahSAW:

الدين النصيحة، قلنا: لمن؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم

“Agama adalah nasihat. Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau bersabda, “Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para imam kaum muslimin, dan untuk masyarakat umum.” (HR Muslim).

Ini adalah salah satu jihad yang paling besar karena melibatkan risiko diri sendiri dan bersedia menanggung bahaya demi Allah, seperti yang dikatakan oleh Al-Khattabi dalam Maalim al-Sunnah:

“Ini adalah jihad yang paling utama, karena barangsiapa yang memerangi musuh dan ragu-ragu antara harapan dan ketakutan, maka ia tidak tahu apakah ia akan menang atau dikalahkan, sementara mereka para pemilik kekuasaan sangat digdaya, jika ia mengatakan kebenaran dan memerintahkannya untuk melakukan yang benar, ia akan membahayakan dirinya dan menjadikan dirinya sebagai sasaran kebinasaan, maka ini adalah jihad yang paling utama karena ketakutan yang sangat.”

Al-Thayibi, dalam tafsirnya atas Misykat, mengutip alasan lain yaitu karena kezaliman pemimpin berdampak pada semua orang yang berada di bawah kekuasaannya, yang jumlahnya banyak, maka jika ia menghentikannya dari kezaliman, ia akan memberi manfaat bagi banyak orang, tidak seperti membunuh seorang kafir.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, amar makruf nahi mungkar ini bukan berarti keluar untuk memerangi para pemimpin, akan tetapi mengubah kemungkaran dengan tangan selama tidak dilakukan dengan pedang dan peperangan, bukan berarti makar.

Jika tidak menimbulkan fitnah tetapi bahayanya hanya terbatas pada pelakunya dan tidak meluas kepada keluarga, sahabat, tetangga dan semisalnya, jika tidak, maka hal tersebut dilarang.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Rajab di dalam kitab Jami' al-'Ulum wa al-Hikam: “Perubahan dengan tangan tidak mengharuskan adanya peperangan, dan hal itu juga ditetapkan oleh Ahmad dalam riwayat yang benar dengan mengatakan, “Mengubah dengan tangan bukan dengan pedang dan senjata, dengan demikian (maksud) jihad kepada mara pemimpin dengan tangan adalah menghilangkan kemungkaran para pemimpin dengan tangannya, seperti menumpahkan minuman keras, merusak mesin-mesin permainan, dan sebagainya. Atau menghilangkan dengan tangan apa yang mereka perintahkan dari kezaliman, jika dia memiliki kemampuan untuk itu, kesemuanya diperbolehkan, dan ini bukan berarti memerangi mereka, dan juga tidak berarti makar yang dilarang. Ini paling banyak ditakuti adalah dia membunuh pemimpin sendiri. Sedangkan makar dengan mengangkat senjata, dikhawatirkan memicu huru-hara yang memicu pertumpahan darah umat Islam.”

Umat Islam...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement