Saka mengatakan, sesampainya di kantor polisi, dia dipukuli dan disuruh mengakui apa yang tidak dilakukannya dalam kasus pembunuhan dan perkosaan terhadap Vina dan Eky. ‘’Saya dipukulin, dijejekin, disiksa segala macam, sampe disetrum. Yang mukulin, yang nyetrum anggota polisi semua. Akhirnya ngaku karena terpaksa udah gak kuat lagi,’’ kata Saka.
Terkait pengakuan Saka, polisi telah membantah. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyampaikan, terpidana Saka Tatal cenderung berbohong saat diperiksa penyidik terkait pembunuhan Vina dan Eky.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan hal ini berdasarkan balai pemasyarakatan (bapas) yang mendampingi pemeriksaan Saka waktu itu.
Dikutip dari pemberitaan Republika pada 2020 lalu, peneliti Kontras Rivanlee Anandar menganalisis sejumlah penyebab penyiksaan kerap dilakukan oleh aparat. Pertama, kata Rivanlee, ada semangat 'menghukum orang' yang tinggi di kalangan penyidik.
Kedua, aparat kerap ingin segera menuntaskan kasus tanpa memahami persoalan secara komprehensif. Ketiga, Rivanlee menghubungkannya dengan relasi kuasa.
"Relasi kuasa dan kultur kekerasan yang membudaya di tubuh kepolisian," ujar Rivanlee pada Sabtu (11/7/2020).
Dengan berulangnya kasus penyiksaan oleh aparat baik polisi, Kontras menduga proses pengawasan di internal institusi hukum tak berjalan sebagaimana mestinya. "Jangan-jangan, selama ini proses pengawasan tidak berjalan dengan maksimal, sehingga penyidikan kerap diiringi praktik penyiksaan dan berulang," kata Rivanlee.
Ia juga menilai hal pencopotan aparat yang kerap menjadi solusi dalam terjadinya kasus penganiayaan tidak cukup. "Dalam beberapa kasus, pencopotan kepala (wilayah) tidak cukup menjawab persoalan, karena dianggap selesai. Sementara pelaku tidak dihukum secara pidana," kata Rivanlee.
Tiap kasus yang terduga pelakunya adalah anggota kepolisian, kata Rivan harusnya didorong ke proses peradilan umum sebagai bukti bahwa semua golongan sama di mata hukum. "Pengungkapan kebenaran dari kasus ini menjadi salah satu indikator bagi perbaikan penegakan hukum di Indonesia," kata dia.
Penyiksaan itu, kata Rivanlee, menyangkut pola yang terus berulang, sehingga proses pengungkapannya harus mengedepankan pro justicia.