Sabtu 15 Jun 2024 23:03 WIB

Khutbah Idul Adha: 3 Hikmah Berqurban Teladan Keluarga Nabi Ibrahim

Qurban adalah sunnah Nabi Ibrahim yang mulia

Domba berkumpul di pasar pada Festival Qurban di Istanbul, Turki, Selasa, (27/6/2023). Qurban adalah sunnah Nabi Ibrahim yang mulia
Foto:

Kaum Muslimin wal Muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah...

Syariat berqurban yang dilaksanakan umat Islam, selain sebagai bentuk kepatuhan, kepasrahan dan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga ada hikmah yang berdampak pada kemashlahatan umat manusia.

Di kesempatan yang baik ini, akan diuraikan tiga hikmah berkurban yang dapat menjadi bahan renungan bagi umat Islam.

Hikmah pertama, syariat berqurban merupakan momentum bagi umat Islam untuk meneladani kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimas salam dalam menerima cobaan dan ujian.

Sebagaimana diceritakan dalam kitab suci Alquran bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam belum dikaruniai keturunan sampai usia lanjut. Beliau sangat ingin dikaruniai seorang anak dan oleh karenanya tidak henti-hentinya berdoa agar keinginan tersebut dikabulkan oleh Allah Ta’ala:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِيْنَ

“Wahai Tuhanku berilah aku putra yang shalih” QS. As-Shaffat: 100

Setelah sekian lama, akhirnya Allah menjawab dan mengabulkan doa tersebut. Lahirlah putera beliau dan diberi nama Ismail. Setelah anak tersebut berusia antara 9–11 tahun, Allah memintanya untuk diqurbankan.

Dapat dibayangkan bagaimana perasaan nabi Ibrahim saat itu. Pasti berat sekali. Tidak mudah bagi seorang ayah yang telah sekian lama mendambakan seorang anak, tapi setelah anak itu lahir dan di usia yang sedang lucu-lucunya, diperintahkan untuk mengorbankannya.

Secara manusiawi perintah tersebut sulit sekali untuk dipenuhi.

Tapi Nabi Ibrahim tidaklah demikian. Perintah tersebut diterimanya dengan penuh ketaatan dan kepasrahan. Sikap tersebut muncul karena keimanan yang total kepada Allah Ta’ala.

Beliau meyakini bahwa semua perintah dari Allah tidak lain adalah untuk kemaslahatan umat manusia. Beliau meyakini bahwa semua yang ada pada diri manusia tidak lain pada hakekatnya merupakan milik Allah SWT.

Apabila Allah memerintahkan untuk mengorbankannya, maka pada hakekatnya itu adalah mengembalikan sesuatu yang dititipkan kepada umat manusia dan dikembalikan pada pemilik hakikinya.

Sebelum melaksanakan perintah tersebut, nabi Ibrahim merundingkan pada anaknya yaitu Nnabi Isma’il. Sebuah contoh mulia bagaimana orang tua meminta pandangan anaknya terhadap suatu keputusan yang akan berakibat dan berdampak pada anak tersebut.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى. قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai usia remaja, Ia berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS Ash-Shaffat: 102)

Sungguh sangat mengagumkan seorang ayah yang sanggup menjalankan perintah mengorbankan anak satu-satunya yang sudah didambakan kelahirannya sekian lama. Lebih mengagumkan lagi adalah sikap anak tersebut yang penuh keyakinan dan kesabaran mendorong ayahnya untuk menjalankan perintah tersebut. Meskipun itu artinya mengorbankan nyawanya.

Ketika kepasrahan dan ketundukan yang luar biasa dari nabi Ibrahim dan nabi Islamil ‘alaihimas salam dalam menerima perintah tersebut, rupanya itu merupakan ujian dari Allah kepada mereka berdua. Maka tatkala mereka siap untuk melaksanakan perintah itu, Allah menggantinya dengan seekor domba yang besar.

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ، وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ، إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shaffat: 103-107). 

Kepasrahan dan ketundukan Nabi Ibrahim dan nabi Ismail ‘alaihimas salam dalam menerima dan menjalankan perintah Allah merupakan contoh terbaik yang patut menjadi teladan kita umat Islam.

Saat ini banyak sekali umat Islam yang seakan tidak peduli dengan perintah Allah di dalam ajaran agama. Perintah Allah SWT dipilah dan dipilih untuk ditaati dan diimani. Mana perintah yang sesuai dengan kepentingan dan keinginannya, maka ia akan menjalankan perintah tersebut.

Tapi jika sebaliknya, ia menganggap angin lalu saja perintah tersebut. Kepasrahan dan ketundukan total kepada Allah Dzat Yang Maha Kuasa saat ini merupakan sesuatu yang sulit ditemukan di kalangan umat Islam.

Bukti nyata hal itu adalah ketundukan dan kepatuhan umat Islam dalam menjalankan ajaran agama dalam bidang muamalah, khususnya ekonomi. Allah telah melarang aktifitas ekonomi yang mengandung riba, gharar, dan maisir.

Para ulama telah merumuskan panduan praktis untuk hal itu, dan bahkan lembaga keuangan yang dijalankan berlandaskan syariah juga sudah banyak. Namun tetap saja kita dapati banyak umat Islam yang tidak menghiraukannya.

Aktivitas ekonomi yang dijalankan tidak dilandaskan pada ajaran agama. Selalu saja dicari-cari pembenaran untuk mendukung sikap tersebut. Seakan-akan tidak ada aturan dalam agama terkait dengan ekonomi.

Padahal ketundukan pada ajaran agama seharusnya dilakukan secara total, tidak pilah pilih. Ketundukan umat Islam pada syariat tentang ekonomi harusnya sama seperti ketundukan mereka pada syariat tentang ibadah dan akhlak.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ۝٢٠٨

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu”. QS. Al Baqarah: 208

Oleh karena itu, melalui momentum Iedul Adha ini saya mengajak kita semua umat Islam untuk meneladani nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam menerima dan menjalankan perintah Allah, yaitu dengan penuh kepasrahan dan ketundukan yang total. Karena semua perintah Allah apabila dilaksanakan secara benar pasti akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan pada orang yang menjalankan tersebut.

الله أكبر (×3) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

Kaum Muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat, rahimakumullah...

Hikmah ibadah qurban yang kedua ialah syariat qurban menumbuhkan semangat berqurban, khususnya di kalangan kaum muslimin. Sebagaimana kita pahami bahwa hal besar tidak akan bisa dicapai tanpa adanya pengorbanan.

Misalnya agama Islam dapat dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia saat ini, tidak lain karena perjuangan para ulama terdahulu. Meskipun jarak antara tempat diturunkannya agama Islam dengan tempat kita terpaut sangat jauh, dan jarak waktu saat pertama kali ajaran Islam diturunkan dengan era kita saat ini terpaut sangat lama.

Pengorbanan para ulama yang dengan tulus-ikhlas melaksanakan dakwah menjadi salah satu penyebab agama Islam dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini.

Misal lain adalah kemerdekaan negara Indonesia tercinta ini, diperoleh tidak lain juga merupakan hasil dari pengorbanan para pahlawan yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Tanpa pengorbanan para pahlawan tersebut sangat mungkin kita tidak dapat menikmati kemerdekaan di negara kita seperti saat ini.

Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah kita yang saat ini dapat menjalankan ajaran Islam secara leluasa di negara merdeka ini, tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur, dengan cara terus menjaga dan merawat dengan baik hal itu.

Kita juga harus mau berkorban untuk menjaga kemerdekaan tersebut. Di atas pundak kita umat Islam Indonesia, terpikul dua tanggung jawab sekaligus, yaitu tanggung jawab keagamaan (Mas`uliyah Diniyah) dan tanggung jawab kebangsaan (Mas`uliyah Wathaniyah). Dua tanggungjawab tersebut tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya.

Tanggung jawab keagamaan dilakukan dengan cara menjaga dan melestarikan pemahaman keagamaan sebagaimana diajarkan para ulama yang telah terbukti berhasil menyebarkan Islam di negeri ini.

Yaitu pemahaman keagamaan yang moderat (tawassuthiy), metodologis (manhajiy), dinamis (tathawwuriy), dan toleran (tasamuhiy).

Sedangkan tanggungjawab kebangsaan dilakukan dengan cara menjaga agar negara ini tetap kokoh di atas pilar-pilar kesepakatan kebangsaan.

Dengan mengedepankan semangat pengorbanan, sebagaimana dipetik dari hikmah iedul adha, insya Allah kita umat Islam dapat memikul dua tanggungjawab tersebut yang hal itu menjadi pilar penting bagi terciptanya kemajuan bangsa ini.

Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah...

Hikmah ketiga dari syariat berkurban ialah semangat menjalani kehidupan dengan penuh optimistis. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan istrinya yang diperintah oleh Allah untuk berpindah ke Makkah, yaitu sebuah daerah yang saat itu berupa padang tandus jauh dari mana-mana dan tidak ada siapapun yang tinggal di situ. Hal itu terrekam dalam sebuah hadis shahih Riwayat imam al-Bukhari:

يا إبراهيم أين تذهب وتتركنا بهذا الوادي الذي ليس فيه إنس ولا شيء؟ فقالت له ذلك مراراً وجعل لا يلتفت إليها. فقالت له: آالله الذي أمرك بهذا ؟ قال: نعم، قالت: إذن لا يضيعنا

“(Hajar berkata) wahai Ibrahim, ke mana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada manusia dan tidak ada apapun (di sini)? Hajar mengucapkan itu berulang-ulang. Hal itu tidak membuat Ibrahim memalingkan muka kepadanya. Kemudian Hajar bertanya padanya: apakah Allah yang memerintahkan kepadamu tentang hal ini? Ibrahim menjawab: iya. Kemudian Hajar berkata: jika demikian Allah tidak akan menyia-nyiakan kita”.

Ini adalah sikap optimis yang paripurna dalam menjalani kehidupan. Makkah saat itu merupakan daerah tandus yang tidak ada apapun dan tidak ada siapapun. Berpindah dan meninggalkan keluarga di tempat seperti itu bukanlah perkara mudah.

Butuh ketetapan hati yang didasari kepercayaan yang penuh terhadap rahmat Allah. Selagi yang dilakukan merupakan pelaksanaan atas perintah Allah, maka pasti akan membawa kebaikan di kemudian hari. Maka Nabi Ibrahim berdoa:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ ۝٣٧

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim; 37)

Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim dan keluarganya tersebut patut menjadi ‘ibrah bagi kita yang hidup saat ini, bahwa optimisme dalam menjalani kehidupan itu sangat penting. Optimisme tersebut berpangkal dari keimanan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang telah berusaha menjalankan tuntunan ajaran agama.

Sikap optimis seperti itu muncul dilandasi oleh husnuz zhan (prasangka baik) terhadap kasih sayang Allah yang akan tercurah kepada siapapun yang telah berusaha menjalankan ajaran agama.

Di tengah situasi global yang oleh para ekonom disebut “paling suram” di beberapa tahun terakhir, masih ada harapan dan optimisme bahwa Allah Yang Maha Mengatur pasti tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang telah sunggunh-sungguh menjalankan petunjuk ajaran agama.

Oleh karena itu, dalam kesempatan yang mulia ini mari kita bersama berazam dan bertekad untuk secara sungguh-sungguh menjalankan ajaran agama, baik dalam perkara ibadah, akhlak, maupun muamalah.

Kita bermohon kepada Allah SWT agar situasi global kembali tenang, perang yang terjadi di beberapa tempat segera berhenti, dan negara kita semakin baik kondisinya dan masyarakatnya juga dapat hidup baik, sejahtera dan bahagia.

إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ المْنَاَّنِ، وَبِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُونَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ، اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ منِّيْ وَمِنْكُمْ تَلاَوَتَهُ إِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ، لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement