Kamis 15 Feb 2024 11:57 WIB

Hukum Membaca Alquran Bagi Wanita Haid dan Nifas  

Hukum wanita membaca Alquran dijelaskan ulama.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Alquran. (ilustrasi)
Foto: republika
Alquran. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA —  Tidak ada perselisihan di antara para fuqaha bahwa wanita yang sedang haid atau sedang nifas dibolehkan untuk membaca ayat- ayat alqur'an di dalam hati mereka, tanpa menggerak-gerakkan lisan dan mengucapkannya, atau sekadar mendengarkan bacaan orang lain.

Para fuqaha juga sepakat atas bolehnya wanita yang sedang haid atau sedang nifas untuk melafazhkan tasbih, tahlil, dan semua lafazh dzikir lain yang bukan berasal dari alqur'an, yang dilakukan dengan suara nyaring.

Baca Juga

Dikutip dari buku “Fiqh Wanita Empat Mazhab: Fatwa-fatwa Fiqh Wanita Kontemporer” oleh Dr. Muhammad Utsman al-Khasyat, dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim disebutkan, bahwasanya Rasulullah Saw suatu ketika bertelekan di pangkuan Aisyah ketika Aisyah sedang haid, lalu beliau membaca alqur'an.

Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim disebutkan bahwa Ummu Athiyyah pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:

"Hendaklah para gadis (pada umumnya), para gadis pingitan, dan para wanita yang sedang haid juga turut keluar-yakni ke tempat shalat hari raya agar mereka semuanya dapat menyaksikan kebajikan dan syiar kaum mukminin. Namun bagi wanita yang sedang haid, agar tidak mendekati tempat shalat."

Hanya saja, di sana terdapat perbedaan pendapat di antara para fuqaha tentang membaca alqur'an secara nyaring bagi wanita haid dan wanita nifas. Namun menurut pendapat yang lebih rajih, hal tersebut adalah boleh, yakni jika memang diperlukan atau mendesak keadaannya. Seperti halnya untuk kepentingan belajar-mengajar, atau takut lupa terhadap ayat atau surat alqur'an yang sudah dihafalnya (jika lama tidak dibaca), dan karena alasan-alasan lainnya yang serupa. Dan kebolehan di sini sifatnya adalah terikat, yakni terikat dengan adanya keperluan atau darurat. Adapun jika di sana tidak ada keperluan atau darurat, maka hukumnya tidak boleh.

Sementara mengenai hukum haramnya wanita yang sedang haid atau sedang nifas untuk membaca alqur'an secara mutlak tanpa adanya perkecualian sama sekali, maka tidak ditemukan dalil shahih yang menjelaskannya.

Imam Bukhari telah mengetengahkan dalam Shahihnya, riwayat dari Ibnu Abbas bahwasanya ia (Ibnu Abbas) menganggap tidak mengapa bagi orang yang junub untuk membaca alqur'an.

Diriwayatkan dari Aisyah bahwasanya ia membaca alqur'an tatkala mengalami haid. Hadits ini diperkuat oleh keumuman hadits Aisyah lainnya yang menyebutkan:

"Bahwasanya Rasulullah Saw senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap waktunya." (HR. Lima Ahli Hadits, kecuali Nasa'i, sebagaimana Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadits ini).

Sekiranya membaca alqur'an merupakan sesuatu yang diharamkan secara mutlak atas mereka (para wanita yang hidup semasa Rasulullah Saw) sebagaimana halnya larangan shalat dan puasa semasa haid, tentu hal tersebut termasuk perkara yang telah dijelaskan oleh Nabi Saw kepada umat beliau dan para Ummahatul Mukminin pun tentu mengetahuinya.

Namun ketika tidak ada seorang pun yang meriwayatkan dari Nabi Saw bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang jelas-jelas diharamkan berdasarkan riwayat shahih yang tanpa memerlukan takwil lagi, maka tentu tidak boleh menetapkan hal tersebut (membaca alquran bagi wanita haid) sebagai sesuatu yang haram. Sebab, tidak bisa sesuatu dianggap haram kecuali berdasarkan dalil shahih.

Pun demikian, kebolehan membaca alqur'an bagi wanita haid sudah seyogyanya dikaitkan dengan keadaan jika memang perlu atau mendesak. Sebab, Kalamullah itu wajib dibaca sebagai bacaan yang sejalan dengan kemulian dan keagungan kedudukannya. Karenanya, tidak boleh bagi wanita haid untuk membacanya terkecuali jika memang diperlukan atau darurat keadaannya. 

Seperti halnya jika wanita yang bersangkutan merupakan orang yang berprofesi mengajarkan alqur'an, sehingga jika kegiatannya dihentikan maka penghasilannya menjadi tersendat. Atau sebagai tenaga pengajar, sehingga jika kegiatannya dihentikan maka jam pelajaran agama muridnya akan terganggu karena harus menyesuaikan dengan masa haidnya. Atau jika alqur'an tidak dibaca sama sekali selama masa haidnya, maka dikhawatirkan hafalan alqur'an akan menghilang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement