REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Alquran terdapat ayat Alquran yang mengisyaratkan adanya pergerakan tanah ketika permukaan bumi dibasahi oleh turunnya air hujan. Allah SWT berfirman:
وَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ
"... Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah." (QS Al Hajj ayat 5).
Dr Nadiah Thayyarah dalam "Sains dalam Al-Qur'an: Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah" memaparkan, kata raba berasal dari kata riba dan rabwu yang berarti tambahan. Raba yang dimaksud yaitu bertambahnya tanah akibat masuknya air di antara lempengan-lempengan mineral tanah.
Ketika tanah terurai karena masuknya air, tanah berubah menjadi lumbung dan penyimpan air di antara lempengan-lempengan tersebut. Dengan demikian, manusia sebetulnya seolah sedang berada di atas tangki-tangki air yang terpendam di dalam tanah.
Di sisi lain, terang Nadiah, tumbuh-tumbuhan menggantungkan hidupnya pada air selama dua atau tiga bulan. Dari mana volume air sebesar itu didapatkan? Dari tangki-tangki tersebut. Tanpa tangki-tangki itu, air pasti akan meresap ke tanah dan turun ke bawah, sehingga menyebabkan tumbuh-tumbuhan akan mati hanya dalam sepekan.
Lalu jika hujan turun, tanah bergetar. Getaran itulah yang dalam perkembangannya dinamakan "getaran Brown". Partikel-partikel tanah, saat bercampur dengan air, akan bergetar dan bergerak tak tentu arah. Ini menandakan bahwa bumi juga ikut bergetar. Proses meresapnya air ke dalam lapisan-lapisan bumi akan menambah kepadatan dan ukuran semua partikel tanah.
"Jadi, kata rabat berarti membengkaknya tanah agar bisa menyimpan air untuk kelangsungan hidup bumi. Dari sinilah benih-benih tanaman dan selainnya mendapatkan minum, lalu tumbuh di bawah permukaan tanah dengan cara terbelah dan menghasilkan akar. Dari sini, bumi berarti telah menumbuhkan," ujar Nadiah.
Setelah itu, muncullah tunas di atas permukaan tanah, lalu membesar, hingga pada akhirnya menghasilkan buah untuk dinikmati manusia. Semua proses ini berjalan secara berurutan dan dalam waktu yang juga tepat. Itulah ciptaan Allah Yang Maha Teliti dalam menciptakan segala sesuatu.
Allah SWT berfirman:
فَانْظُرْ اِلٰٓى اٰثٰرِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتٰىۚ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al Rum ayat 50).
Pada 1827, pakar botani Inggris, Robert Brown, mengungkap fakta ilmiah bahwa air hujan yang turun akan membuat tanah mengalami getaran. Getaran di sini dialami oleh partikel-partikel tanah yang diameter terbesarnya hanya 0,002 mm.
Partikel-partikel ini berbentuk lempeng mineral yang sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Ketika turun hujan, lempeng-lempeng mineral tersebut membentuk arus listrik yang berbeda-beda akibat perbedaan mineral yang dikandungnya. Terjadilah ionisasi, yakni perubahan ion-ion menjadi arus positif dan arus negatif.
Akibat ionisasi dan masuknya air dari setiap arah, partikel-partikel tanah menjadi bergetar dan bergerak. Getaran ini membawa banyak faedah dan manfaat, mengingat lempeng-lempeng mineral menjadi saling bertaut satu sama lain.
Dengan demikian, getaran itu menciptakan ruang bagi air untuk masuk ke sela-sela lempengan tersebut. Bila air sudah masuk, partikel-partikel tanah menjadi subur dan bisa menumbuhkan tanaman.