Jadi, syukur itu bukan hanya sebatas memuji Tuhannya melalui lisan, melainkan menyertainya dengan berbuat kebaikan terhadap sesama.
Kategori selanjutnya adalah perihal tahmid, yaitu jika seseorang memuji Allah SWT dengan mengakuinya dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan, tanpa membuktikannya dengan tindakan.
Antara syukur ataupun tahmid, keduanya merupakan hal terpuji. Karena sebagai manusia, hakikatnya kita memang perlu senantiasa merasa berserah kepada Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa ta'ala.
Jauhi sifat tamaddah
Beralih pada dua hal terpuji di atas, ada sifat yang perlu kita hindari karena termasuk sifat tercela. Sifat tersebut disebut dengan tamaddah atau suatu aktivitas memuji Allah SWT dengan lisan, namun tidak melibatkan hati atau dukungan aksi yang positif.
Untuk dipahami, bahwa tamaddah sangat mengkhawatirkan, karena cenderung mengarahkan diri pada sifat golongan orang yang munafik. Allah berfirman pada Surat An-Nisa Ayat 145. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الْاَسْفَلِ مِنَ النَّارِۚ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًاۙ
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) di tingkat paling bawah dari neraka. Kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS An-Nisa ayat 145)
Baca juga: Tiba-Tiba Terbangun Tengah Malam dan Ingin Meneruskan Tidur, Baca Doa Rasulullah SAW Ini
Menjauhi sikap tamaddah, marilah kita beralih menjadi seseorang dengan perilaku syakur, yaitu suatu perilaku mensyukuri segala ketentuan yang datang dari Allah SWT, baik itu kebahagiaan ataupun kekecewaan. Dalam tingkatan ini, kita dianjurkan untuk terus berprasangka baik kepada Allah SWT. Bahwasanya semua ketetapan-Nya, memang baik untuk manusia itu sendiri.