REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dunia beserta isinya memang begitu indah. Namun seindah-indahnya itu, Allah menitipkan peringatan kepada manusia agar tidak tergoda.
Secara zhahir (kasat mata), alam semesta memang berupa kenikmatan dengan pernak-pernik duniawi di dalamnya. Seorang hamba dianjurkan untuk tidak tertipu darinya.
Ibnu Athaillah dalam kitabnya Al-Hikam berkata,
الاكوان ظاهرها غرة و باطنها عبرة فالنفس تنظر الى ظاهر غرتها و القلب ينظر الى باطن عبرتها
“Al-akwaanu zhaahiruha ghirratun wa baathinuha ‘ibratun, fa an-nafsu tanzhuru ila zhaahiri ghirratiha, wal-qalbu yanzhuru ilaa baathini ‘ibratiha."
Yang artinya, “Secara zhahir, semesta ini merupakan tipu daya, sementara secara batin dunia adalah sebuah pelajaran. Nafsu selalu mengambil kesempatan pada zhahirnya yang menipu. Sementara hati selalu memandang pada batinnya yang senantiasa memberi pelajaran.
Menurut Ibnu Athaillah, alam semesta sering membuat jiwa tertipu sebab keindahan dan kilauannya. Namun sejatinya dari sisi batin, alam semesta ini sesungguhnya adalah objek untuk diambil pelajaranya dengan dijauhi karena keburukan, kehinaan, dan kefanaannya.
Alam semesta ini indah jika dipandang, namun buruk jika direnungkan. Maka jangan melihat dunia secara zhahirnya saja, dalami bentuk batin dari dunia yang penuh tipu daya ini.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 185,
وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
"Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
Makna (المتاع) yakni apa yang dinikmati manusia dan diambil manfaatnya yang kemudian hilang dan habis tak tersisa.
الْغُرُورِ (memperdayakan). Yakni yang memperdayakan makhluk dengan angan-angan.