REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Inggit Prabowo, Alumni Pendidikan Ulama Tarjih, Wakil Ketua PDM Sijunjung
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ,يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Sudah sepantasnya kita selalu bersyukur kepada Allah SwT. Dengan penuh kesadaran bahwa kedudukan kita adalah hamba yang lemah, yang tidak dapat berjalan baik, tanpa nikmat dan rahmatnya.
Berikut shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad saw. Sosok yang kita cinta tanpa pernah mengenal rupa dan yang kita rindukan tanpa pernah bertemu. Mudah-mudahan sebab rasa cinta dan rindu itulah menjadi wasilah syafaatnya di hari kiamat. Amin
Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Di antara tujuan syariat Islam selain membangun hubungan baik antara seorang hamba dengan Allah SwT juga bertujuan untuk melahirkan manusia yang bermuara pada baiknya perilaku dan akhlaknya. Oleh sebab itu, parameter kebaikan agama seseorang dapat diukur dengan perilaku dan akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)
Kata akhlak atau khuluq secara bahasa berakar dari kata yang sama dengan kata Khaliq (pencipta) dan Makhluq (yang diciptakan). Prof. Yunahar Ilyas rahimahullah menjelaskan bahwa kesamaan akar kata tersebut mengisyaratkan adanya keselarasan dan keterpaduan antara perilaku makhluk (manusia) dan kehendak Khaliq (Allah). Sementara Ibnu Manzur dalam lisanul ‘arab mengartikan Akhlaq/khuluq dengan ad-diin (agama).
Halaman 2 / 3
Jamaah yang dirahmati Allah
Dengan adanya makna di atas, Akhlak seakan-akan dijadikan pondasi dalam membangun tegaknya agama ini. Islam ini akan rusak apabila akhlak umat Islam juga rusak. Di antara kerusakan itu misalnya, Maraknya korupsi di kalangan Pejabat, praktik riswah yang membudaya, kemaksiatan di mana-mana, perselingkuhan yang marak terjadi, istri mengkhianati suaminya atau suami mengkhianati istrinya.
Di antara penyebab suburnya perilaku-perilaku rendah dan buruk di atas ialah hilangnya dua akhlak utama dalam diri seorang mukmin yang seharusnya mengakar dalam hati, dua akhla tersebut yakni Muroqobah dan Al-Haya’ (Malu).
Muroqobah merupakan kesadaran diri seorang muslim bahwa dia selalu dalam Pengawasan Allah swt, kesadaran yang didorong dengan keimanan bahwa Allah senantiasa mengawasi, melihat, dan mencatat segala macam perilaku baik dan buruk, kecil dan besarnya.
وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ رَّقِيبٗا...
“... Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu” (QS. Al-Ahzab: 52)
Pada diri manusia kerap kali tersimpan keinginan jahat saat mereka sendiri tanpa diketahui orang lain. Maka manusia adalah pengawas bagi dirinya sendiri. Potensi melakukan kejahatan dapat diatasi dengan dua hal, yakni merasa diawasi Allah karena takut murka-Nya, bisa pula karena takut kekuasaan negara.
Kita ingat tentang kisah sosok pemuda pengembala ternak yang diuji kejujurannya oleh Umar Bin Khotob. Saat itu, Umar ingin membeli satu ekor domba yang di gembalakan pemuda itu. Dengan tegas pemuda itu menolak “Saya tidak mau melakukan itu tuan, karena semuanya bisa kelihatan. Meski juragan tidak tahu tetapi Allah akan mengerti dan mengetahui segala apa yang saya lakukan,” begitulah jawaban yang menyenangkan hati Amirul mukminin.
Kesadaran akan pengawasan Allah baik dalam keadaan tertutup maupun terbuka yang dilandasi keimanan akan memantulkan kebiasaan baik dalam diri manusia.