Jumat 11 Aug 2023 18:56 WIB

Lima Bukti Agama Bukan Hasil Pemikiran Umat Manusia

Agama merupakan inspirasi kehidupan.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi orang berzikir memohon ampunan Allah.
Foto:

Ketiga, pembawa agama tidak mempunyai kekuasaan dan alat-alat yang dapat dikatakan bisa menjamin kesuksesan kepemimpinannya. Umumnya pembawa agama sedikit sekali mengetahui tentang seni atau kebudayaan pada eranya.

Namun, apa yang diajarkan oleh pembawa agama adalah sesuatu yang lebih maju daripada ajaran yang ada dalam masa itu. Ajaran yang disampaikan pembawa agama juga tidak sama dengan apa yang berlaku pada masanya.

Dengan mengambil ajaran-ajaran para pembawa agama, manusia akan sampai kepada peradaban dan kebudayaan yang tinggi dan sanggup mempertahankan kebesarannya itu untuk berabad-abad lamanya. Hanya pembawa pembawa agama yang benar sajalah yang dapat berbuat demikian itu.

Oleh karena itu, mustahil orang yang tidak mengerti sama sekali tentang peradaban dan kemajuan yang terdapat pada eranya telah berbuat dusta terhadap Tuhannya bahwa akan mempunyai kekuatan yang luar biasa hingga ajaran-ajarannya itu dapat mengalahkan ajarannya ajaran yang ada pada waktu itu. Kemenangan yang diraih para pembawa agama itu adalah mustahil dengan tidak adanya bantuan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Keempat, jika diperhatikan ajaran-ajaran yang dibawa oleh pembawa agama itu maka dapat diketahui bahwa ajaran-ajaran itu selalu bertentangan dengan pemikiran-pemikiran yang hidup pada waktu atau masa itu. Jika ajaran pembawa agama sama dengan pemikiran-pemikiran yang hidup pada waktu itu atau pada masa itu, maka hal itu dapat dikatakan bahwa ajaran mereka adalah pernyataan saja dari pikiran-pikiran yang ada pada waktu itu.

Sebaliknya, apa yang diajarkan pembawa agama adalah sangat berlainan dengan alam pikiran yang ada pada masanya, pertentangan yang sengit itu timbul menjadi daerah tempat penyiaran agama itu seolah-olah menjadi terbakar. Meski demikian mereka yang menentang ajaran-ajaran pembawa agama itu akhirnya tunduk. Ini membuktikan bahwa pembawa agama bukanlah orang-orang yang tidak memenuhi kehendak masanya, tapi mereka adalah Nabi dan Rasul dalam arti sebagaimana mereka sendiri mengakuinya.

Di zaman Nabi Musa Alaihissalam ajaran yang ia bawa adalah Keesaan Tuhan, sementara dunia diliputi oleh politeisme, yakni bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan atau menyembah dewa (banyak dewa).

Di zaman Nabi Isa Alaihissalam yang dilahirkan dalam dunia yang materialistis seperti orang-orang Yahudi dan sangat terpengaruh oleh kemewahan Romawi. Maka alangkah anehnya ajaran yang dibawa Nabi Isa menekankan kepada kejiwaan.

Alangkah anehnya ajaran yang dibawa Nabi Isa untuk memberikan ampunan kepada orang-orang zalim yang telah menganiaya rakyat yang sekian lama hidup di bawah tirani serdadu-serdadu Romawi, yang sudah sekian lama mengharapkan dapat hak untuk menuntut kebenaran.

Nabi Muhammad SAW di negeri Arab mengajari orang-orang yang telah mendengarkan ajaran-ajaran Yahudi dan Nasrani. Alangkah ganjilnya bagi mereka yang percaya bahwa sebenarnya tidak ada ajaran yang benar di luar ajaran mereka sendiri, ia mengajar kepada orang-orang kafir Makkah bahwa Tuhan adalah Esa dan semua manusia itu sama. Alangkah ganjilnya ajaran ini bagi masyarakat (di Makkah) yang percaya bahwa bangsanya adalah golongan yang paling tinggi.

Kelima, pendiri-pendiri dari agama itu semua menunjukkan tanda-tanda bukti dan mukjizat-mukjizat, setiap orang dari mereka menerangkan sejak permulaan bahwa ajaran agama itu akan berhasil. Mereka yang berusaha untuk menghancurkan agama itu akan hancur sendiri, padahal mereka tidak punya kekuatan-kekuatan yang secara nyata untuk mewujudkan itu. Ditambah lagi bahwa ajaran-ajaran mereka itu bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada masanya. Sehingga ajaran agama yang dibawa pembawa agama menimbulkan pertentangan yang luar biasa. Meski demikian mereka berhasil dan apa yang mereka katakan itu benar-benar terjadi.

 

Dilansir dari buku Alquran dan Terjemahan yang dibuat oleh Pelayan Dua Tanah Suci Raja Fahd Ibn Abdal Aziz Al Sau'ud Raja Kerajaan Arab Saudi. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tahun 1971.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement